Nama : Marselus Kelanangame
Kota Asal : Timika Papua
Kota Study : Semarang, JTG
Nama Sekolah : SMA Sint Louis Semarang Jawa Tengah
Hobis saya Sepak bola, voli,Bulu Tangkis,dan Lari.
Suka membantu orang Tua dan Orang Miskin,karena itu lah yang harus ku lakukan karena memiliki kasih sayang.
A. Keadaan Penganggur dan Setengah Pengangguran.
Pengangguran terjadi disebabkan antara lain, yaitu karena jumlah
lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari jumlah pencari kerja. Juga
kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar kerja. Selain itu
juga kurang efektifnya informasi pasar kerja bagi para pencari kerja.
Fenomena pengangguran juga berkaitan erat dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja, yang disebabkan antara lain; perusahaan yang menutup/mengurangi bidang usahanya akibat krisis ekonomi atau keamanan yang kurang kondusif; peraturan yang menghambat inventasi; hambatan dalam proses ekspor impor, dan lain-lain.
Menurut data BPS angka pengangguran pada tahun 2002, sebesar 9,13 juta penganggur terbuka, sekitar 450 ribu diantaranya adalah yang berpendidikan tinggi. Bila dilihat dari usia penganggur sebagian besar (5.78 juta) adalah pada usia muda (15-24 tahun). Selain itu terdapat sebanyak 2,7 juta penganggur merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan (hopeless). Situasi seperti ini akan sangat berbahaya dan mengancam stabilitas nasional.
Masalah lainnya adalah jumlah setengah penganggur yaitu yang bekerja kurang dari jam kerja normal 35 jam per minggu, pada tahun 2002 berjumlah 28,87 juta orang. Sebagian dari mereka ini adalah yang bekerja pada jabatan yang lebih rendah dari tingkat pendidikan, upah rendah, yang mengakibatkan produktivitas rendah. Dengan demikian masalah pengangguran terbuka dan setengah penganggur berjumlah 38 juta orang yang harus segera dituntaskan.
B. Keadaan Angkatan Kerja dan Keadaan Kesempatan Kerja.
Masalah pengangguran dan setengah pengangguran tersebut di atas salah satunya dipengaruhi oleh besarnya angkatan kerja. Angkatan kerja di Indonesia pada tahun 2002 sebesar 100,8 juta orang. Mereka ini didominasi oleh angkatan kerja usia sekolah (15-24 tahun) sebanyak 20,7 juta. Pada sisi lain, 45,33 juta orang hanya berpendidikan SD kebawah, ini berarti bahwa angkatan kerja di Indonesia kualitasnya masih rendah.
Keadaan lain yang juga mempengaruhi pengangguran dan setengah pengangguran tersebut adalah keadaan kesempatan kerja. Pada tahun 2002, jumlah orang yang bekerja adalah sebesar 91,6 juta orang. Sekitar 44,33 persen kesempatan kerja ini berada disektor pertanian, yang hingga saat ini tingkat produktivitasnya masih tergolong rendah. Selanjutnya 63,79 juta dari kesempatan kerja yang tersedia tersebut berstatus informal.
Ciri lain dari kesempatan kerja Indonesia adalah dominannya lulusan pendidikan SLTP ke bawah. Ini menunjukkan bahwa kesempatan kerja yang tersedia adalah bagi golongan berpendidikan rendah.
Seluruh gambaran di atas menunjukkan bahwa kesempatan kerja di Indonesia mempunyai persyaratan kerja yang rendah dan memberikan imbalan yang kurang layak. Implikasinya adalah produktivitas tenaga kerja rendah.
Sasaran yang diharapkan, dirumuskan sebagai berikut :
- Menurunnya jumlah penganggur terbuka dari 0,96 pesen menjadi 5,5 persen pada tahun 2009.
- Menurunnya jumlah setengah penganggur dari 28,65 persen menjadi 20 persen dari jumlah yang bekerja pada tahun 2009.
- Meningkatnya jumlah tenaga kerja formal dari 36,71 persen menjadi 60 persen dari jumlah yang bekerja pada tahun 2009.
- Menurunnya jumlah angkatan kerja usia sekolah dari 20,54 persen menjadi 15 persen pada tahun 2009.
- Tingkatkan perluasan lapangan kerja dari 91,65 juta orang menjadi 108,97 juta orang.
Terbangunnya jejaring antara pusat dengan seluruh Kabupaten/kota.
Untuk mencapai hal tersebut disusun strategi, kebijakan dan program-program yang perlu terus dibahas untuk menjadi kesepakatan semua pihak, meliputi Pengendalian Jumlah Angkatan kerja peningkatan Kualitas angkatan Kerja; peningkatan Efektivitas Informasi Pasar Kerja dan Bursa Kerja; pembinaan Hubungan Industrial. (Sumber: Deklarasi Penanggulangan Pengangguran di Indonesia, 29 Juni 2004; Bahan Raker Komisi VII DPR-RI dan Menakertrans, 11 Pebruari 2004). Sumber : Majalah Nakertrans Edisi - 03 TH.XXIV-Juni 2004
C. Pengangguran Tenaga Kerja Terdidik
Selain masalah upah, persoalan mendasar ketenagakerjaan di Indonesia saat ini menyangkut tingkat pengangguran. Ini disebabkan pertambahan angkatan kerja baru jauh lebih besar dibanding pertumbuhan lapangan kerja produktif yang dapat diciptakan setiap tahun. Pasca krisis moneter, gap tersebut semakin membengkak tajam.
Pada tahun 1998 tingkat pengangguran mencapai 5,7 persen. Angka ini sebenarnya masih di sekitar tingkat pengangguran natural (Natural Rate of Unemployment), suatu tingkat yang secara alamiah mustahil dihindarkan. Ini mencakup pengangguran yang muncul karena peralihan antar kerja oleh tenaga kerja. Dengan jumlah angkatan kerja 92,7 juta, pengangguran 5,7 persen berarti terdapat 4,5 juta orang penganggur.
Sebenarnya tingkat pengangguran ini relatif kecil dibanding tingkat pengangguran di beberapa negara industri maju di Eropa di tahun 90-an yang bahkan mencapai dua digit. Namun tingkat pengangguran 5,7 persen tersebut sebenarnya adalah angka pengangguran terbuka (open unemployment), yakni penduduk angkatan kerja yang benar-benar menganggur. Di luar pengertian tersebut, terdapat sejumlah besar penganggur yang dalam konsep ekonomi termasuk dalam kualifikasi pengangguran terselubung (disguised unemployment), yakni tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan bidangnya disebabkan lemahnya permintaan tenaga kerja. Konsep lainnya adalah under employment, yakni tenaga kerja yang jumlah jam kerjanya tidak optimal karena ketiadaan kesempatan untuk bekerja.
Berdasarkan data BPS (Biro Pusat Statistik) sampai Mei 1997, sekitar 45 persen tenaga kerja bekerja di bawah 35 jam per minggu atau setara dengan 25 persen pengangguran penuh. Jika ditambah angka pengangguran terbuka 2.67 persen dan pengaruh krisis ekonomi yang berkepanjangan, total pengangguran nyata bisa mencapai 35-40 persen. Suatu tingkat yang sangat serius dan membahayakan dalam pembangunan nasional.
Di samping masalah tingginya angka pengangguran, yang termasuk juga rawan adalah pengangguran tenaga terdidik, yaitu angkatan kerja berpendidikan menengah ke atas dan tidak bekerja. Fenomena ini patut diantisipasi sebab cakupannya berdimensi luas, khususnya dalam kaitannya dengan strategi serta kebijakan perekonomian dan pendidikan nasional.
Pola Pengangguran
Dari tabel di bawah mengungkapkan beberapa hal menarik. Pertama, pada 1998, hampir separuh (49 persen) penganggur ternyata berpendidikan menengah atas (SMTA Umum dan Kejuruan). Kedua, periode 1982-1998, terjadi peningkatan pengangguran berpendidikan menengah ke atas (SMTA, Akademi dan Sarjana) secara signifikan dari 26 persen menjadi 57 persen, atau meningkat hampir 120 persen. Ketiga, laju peningkatan pengangguran di sekolah menengah kejuruan lebih rendah daripada sekolah menengah umum, baik pada menengah pertama maupun pada menengah atas. Keempat, persentase peningkatan tingkat pengangguran berpendidikan sarjana adalah paling tinggi, yang melonjak dari 0,57 persen pada 1982 menjadi 5,02 persen pada 1998.
Struktur Pengangguran Menurut Tingkat Pendidikan (%)
Pendidikan 1982 1995 1998
SD ke bawah 61.74 40.68 23.09
SLTP 11.79 16.33 19.44
SLTA Umum 12.30 24.90 32.13
SLTA Kejuruan 12.69 11.61 16.86
Diploma 0.91 2.61 3.47
- Diploma I 0.74 0.94
- Diploma II 1.87 2.53
Universitas 0.57 3.86 5.02
Sumber: Statistik Tahunan Indonesia, 1985, 1995, 1998
Beberapa Sebab
Secara kualitatif, kualitas tenaga kerja nasional meningkat disebabkan dua hal. Pertama, pembangunan ekonomi pada tingkat tertentu berhasil meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga masyarakat lebih mampu membiayai pendidikan formal dan mengakomodasi makanan bergizi yang membantu kualitas tenaga kerja. Kedua, berbagai kebijakan di bidang pendidikan nasional membawa peningkatan pada kualitas pendidikan formal angkatan kerja. Akan tetapi, pada saat angkatan kerja terdidik meningkat dengan pesat, lapangan kerja masih didominasi sektor-sektor subsistensi yang tidak membutuhkan tenaga kerja berpendidikan.
Ini menimbulkan gejala supply induce di mana tenaga kerja terdidik yang jumlahnya cukup besar memberi tekanan kuat terhadap kesempatan kerja di sektor formal yang jumlahnya relatif kecil, sehingga terjadi pendayagunaan tenaga kerja terdidik yang tidak optimal.
Secara makro ini juga disebabkan transformasi struktur ekonomi dari sektor primer (pertanian) ke sektor sekunder dan tersier (industri dan jasa) tidak diikuti transformasi penyerapan tenaga kerja. Periode 1980-98, penyerapan tenaga kerja sektor primer turun 9 persen menjadi 47 persen, sementara sektor sekunder dan tersier hanya meningkat 3 persen dari 23 persen. Di lain pihak kontribusi sektor primer terhadap PDB turun sebesar 9 persen menjadi 15 persen sementara sektor sekunder dan tersier meningkat sekitar 14 persen menjadi 27 persen.
Tampaknya gejala tersebut diakibatkan pola perkembangan industri saat ini yang kurang berbasis pada permasalahan nasional yang sifatnya seolah labor surplus padahal karena permintaan yang kecil. Dengan demikian, di samping membangun industri skala besar yang sifatnya padat modal dan teknologi, perhatian juga sudah seharusnya diberikan pada pengembangan industri yang lebih berorientasi pada penyerapan tenaga kerja terdidik yang tidak hanya jumlahnya besar tetapi juga tumbuh dengan sangat cepat.
Perlu juga penanganan serius terhadap tingginya persentase lulusan SMTA Umum yang menganggur (lebih tinggi daripada SMTA Kejuruan). Hal ini karena pada dasarnya SMTA Umum dipersiapkan untuk memasuki perguruan tinggi, pada hal untuk masuk ke dunia perguruan tinggi, selain tempat terbatas, mahalnya biaya juga menjadi kendala utama.
Berbagai perubahan menyangkut penjurusan di tingkat menengah atas tampaknya tidak akan mampu menjawab permasalahan kualitas angkatan kerja golongan pendidikan ini. Seharusnya, kurikulum SMTA Umum sekarang mendapat proporsi keterampilan praktis sehingga bilamana lulusan SMTA tidak mampu melanjutkan ke perguruan tinggi, paling tidak sudah memiliki bekal keterampilan yang dibutuhkan untuk masuk dunia kerja. Apa yang terjadi sekarang adalah, mayoritas angkatan kerja berpendidikan SMTA Umum bekerja di sektor perdagangan dan sektor informal yang produktivitasnya relatif rendah.
Selain itu, di tengah membengkaknya jumlah penganggur, ternyata lowongan kerja yang belum terisi cenderung meningkat serta porsinya terhadap lowongan kerja relatif besar. Menurut data Sub Direktorat Informasi Pasar Kerja, Depnaker April 1998, dari 254.032 lowongan kerja terdaftar, terdapat 15 persen lowongan kerja yang tidak dapat terisi. Sekitar 50 persen di antaranya adalah angkatan kerja berpendidikan sarjana dan sarjana muda, sedangkan paling rendah lulusan SD dan diploma satu (D1) sekitar 10 persen.
Tingginya proporsi lowongan kerja untuk sarjana dan sarjana muda yang belum terisi menunjukkan adanya kesenjangan antara kualitas penawaran tenaga kerja (dunia perguruan tinggi) dengan kualitas permintaan tenaga kerja (dunia usaha). Kesenjangan ini memang sudah sering diangkat ke permukaan sampai lahirnya konsep link and match.
Masalahnya, sejauh mana konsep tersebut tertuang dalam kerangka yang lebih operasional. Secara fungsional, beberapa perguruan tinggi swasta (PTS) sudah menerapkan hal ini di mana banyak praktisi bisnis menjadi dosen-dosen PTS, yang secara perlahan membawa perubahan pada kurikulum. Akan tetapi, bila tidak diimbangi dengan penjembatanan secara struktural, misalnya dengan berbagai proyek kerjasama penelitian antara dunia usaha dengan perguruan tinggi yang melibatkan mahasiswa, dosen, peneliti dan praktisi niscaya sulit untuk mempersempit gap tersebut.
Permagangan mungkin salah satu alternatif solusi praktis dan tepat. Hal ini didasarkan bahwa dunia usaha terkesan tertutup terhadap mahasiswa yang datang untuk melakukan kegiatan penelitian (riset) sehingga menguatkan adanya kesenjangan tersebut. Tapi ini juga belum ditangani secara serius dan terpadu.
1. Tiap Tahun, Angka Pengangguran Indonesia Naik
Sejak 1997 sampai 2003, angka pengangguran terbuka di Indonesia terus menaik, dari 4,18 juta menjadi 11,35 juta. Didominasi oleh penganggur usia muda. Selain usia muda, pengangguran juga banyak mencakup berpendidikan rendah, tinggal di pulau Jawa dan berlokasi di daerah perkotaan. Intensitas permasalahan juga lebih banyak terjadi pada penganggur wanita dan pengaggur terdidik.
Pengangguran dan setengah pengangguran merupakan permasalahan di muara yang tidak bisa diselesaikan pada titik itu saja, tapi juga harus ditangani dari hulu. Sektor di hulu yang banyak berdampak pada pengangguran dan setengah pengangguran adalah sektor kependudukan, pendidikan dan ekonomi.
Ada tiga asumsi yang menjadi harapan untuk menurunkan pengangguran dan setengah pengangguran. Pertama, pertumbuhan tenaga kerja rata-rata pertahun dapat ditekan dari 2,0 persen pada periode 2000-2005 menjadi 1,7 persen pada periode 2005-2009. Demikian juga pertumbuhan angkatan kerja, dapat ditekan menjadi 1,9 persen pada periode 2005-2009 dari periode sebelumnya yang mencapai 2,4 persen. Kedua, dapat ditingkatkannya pertumbuhan ekonomi menjadi 6,0 persen pada periode 2005-2009 dari periode sebelumnya yang hanya mencapai 4,1 persen. Ketiga, transformasi sektor informal ke sektor formal dapat dipercepat baik di daerah perkotaan maupun pedesaan terutama di sektor pertanian, perdagangan, jasa dan industri.
2. Masalah Buruh-Pengusaha Belum Terpecahkan, Pengangguran Terus Bertambah
Kolapsnya perekonomian Indonesia sejak krisis pada pertengahan 1997 membuat kondisi ketenagakerjaan Indonesia ikut memburuk. Sejak itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga tidak pernah mencapai 7-8 persen. Padahal, masalah pengangguran erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi ada, otomatis penyerapan tenaga kerja juga ada. Setiap pertumbuhan ekonomi satu persen, tenaga kerja yang terserap bisa mencapai 400 ribu orang. Jika pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 3-4 persen, tentunya hanya akan menyerap 1,6 juta tenaga kerja, sementara pencari kerja mencapai rata-rata 2,5 juta pertahun. Sehingga, setiap tahun pasti ada sisa.
Bayangkan, pada 1997, jumlah penganggur terbuka mencapai 4,18 juta. Selanjutnya, pada 1999 (6,03 juta), 2000 (5,81 juta), 2001 (8,005 juta), 2002 (9,13 juta) dan 2003 (11,35 juta). Sementara itu, data pekerja dan pengangguran menunjukkan, pada 2001: usia kerja (144,033 juta), angkatan kerja (98,812 juta), penduduk yang kerja (90,807 juta), penganggur terbuka (8,005 juta), setengah penganggur terpaksa (6,010 juta), setengah penganggur sukarela (24,422 juta); pada 2002: usia kerja (148,730 juta), angkatan kerja (100,779 juta), penduduk yang kerja (91,647 juta), penganggur terbuka (9,132 juta), setengah penganggur terpaksa (28,869 juta), setengah penganggur sukarela .
Sebenarnya, untuk menurunkan pengangguran dan setengah pengangguran bisa saja dicapai lewa tiga asumsi dasar, yaitu pertama, pertumbuhan tenaga kerja rata-rata pertahun ditekan dari 2,0 persen pada periode 2000-2005 menjadi 1,7 persen pada periode 2005-2009. Demikian juga pertumbuhan angkatan kerja, ditekan menjadi 1,9 persen pada periode 2005-2009 dari periode sebelumnya yang mencapai 2,4 persen. Kedua, pertumbuhan ekonomi ditingkatkan menjadi 6,0 persen pada periode 2005-2009 dari periode sebelumnya yang hanya mencapai 4,1 persen. Ketiga, mempercepat transformasi sektor informal ke sektor formal, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan, terutama di sektor pertanian, perdagangan, jasa dan industri.
Tapi pemecahan persoalan tidak semudah itu. Bicara soal ketenagakerjaan tidak akan lepas dari persoalan buruh dan pengusaha yang tiap hari kian mencuat ke permukaan. Sejak 2000, persoalan terus datang, hingga “terpaksa” harus melahirkan paket Undang Undang Serikat Pekerja, Ketenagakerjaan dan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). Selesaikan masalah? Tunggu dulu, lihatlah data berikut:
Perselisihan Hubungan Industrial (PHI)
2001: Perkara yg Masuk (81), Jumlah Putusan (80), Sisa*) Perkara (73) *) Akumulasi dengan Sisa perkara Bulan Sebelumnya
2002: Perkara masuk (101), Jumlah putusan (91), sisa perkara (189)
Keterangan: Data Perselisihan dari P4P tidak dibuat angka komulatif
2003: Perkara masuk (95), jumlah putusan (95), Sisa perkara (321)
Keterangan: Data Perselisihan dari P4P tidak dibuat angka komulatif
Sumber: Depnakertrans, Ditjen Binawas
Jumlah Perkara dan Tenaga Kerja yang Terkena PHK
2002: Kasus PHK (2.445), Tenaga Kerja PHK (114.933), kasus PHI (101)
2003: Kasus PHK (12.175), tenaga kerja PHK (110.145), kasus PHI (95)
Sumber: Depnakertrans, Ditjen Binawas
Pemogokan
2001: Kasus Pemogokan (174), tenaga kerja yang terlibat (109.845)
2002: Kasus pemogokan (220), tenaga kerja yang terlibat (769.142)
2003: Kasus pemogokan (146), tenaga kerja yang terlibat (61.790)
Sumber: Depnakertrans, Ditjen Binawas
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
2001: Perkara yang masuk (2.160), jumlah putusan (1.906), sisa perkara (2.632)
*) Akumulasi dengan Sisa perkara Bulan Sebelumnya
2002: Perkara yang masuk (2.445), jumlah putusan (1.980), sisa perkara (4.415)
Keterangan: Data PHK dari P4P tidak dibuat angka komulatif
2003: Perkara yang masuk (2.175), jumlah putusan (2.098), sisa perkara (6.393)
Keterangan: Data PHK dari P4P tidak dibuat angka komulatif
Sumber: Depnakertrans, Ditjen Binawas
Jumlah Tenaga Kerja yang Terkena PHK
2002: Perkara yang masuk (114.933), jumlah putusan (98.565), sisa perkara (205.867) Keterangan: Jumlah TK dari P4P tidak dibuat angka komulatif
2003: Perkara yang masuk (110.145), jumlah putusan (117.357), sisa perkara (223.413) Keterangan: Jumlah TK dari P4P tidak dibuat angka komulatif
Sumber: Depnakertrans, Ditjen Binawas
Berdasarkan data di atas, jelas masalah buruh dan pengusaha seakan juga menjadi bom waktu yang tiap saat bisa meledak dan menghancurkan kerangka ketenagakerjaan Indonesia. Fakta hubungan buruh dan pengusaha tidak bisa serta merta terselesaikan dengan hadirnya UU Ketenagakerjaan dan PPHI. uruh itu hanya concern pada dua hal: PHK dan penyelesaian perselisihan,. Tentunya, tidak perlu harus mengeluarkan UU baru yang ternyata menguntungkan pasar bebas.
Ditambah lagi, adanya pernyataan beberapa ekonom yang mengatakan, kenaikan upah minimum akan menyumbang pengangguran sebesar satu persen, jelas menguntungkan pasar bebas itu. Jumlah buruh di 2665 perusahaan tekstil dan produksi tekstil serta terkait dengan industri tesktil dan produksi tekstil saja mencapai 4,7 juta. Belum di industri lainnya. Pertanyaannya, apakah hak upah minimum itu berkorelasi dengan pengangguran? Soal pengangguran itu jelas terkait dengan krisis ekonomi yang tidak bisa diselesaikan pemerintah. 62,5 persen pangsa pasar tenaga kerja itu ada di desa. Tidak ada korelasi, dan upah minimum bukan penyebab utama pengangguran itu.
Tuntutan kesejahteraan buruh itu, adalah hak buruh yang bisa dipahami, memang harus ada berbagai jaminan. Tapi yang bisa di berikan saat ini adalah yang sesuai dengan dukungan ekonomi kita, itu dulu deh. Tanpa ada kemampuan yang didukung ekonomi nasional, jelas makin hari makin terjadi PHK, industri tidak bersaing sehingga terjadi deindustrialisasi dan jadilah pedagang. Tidak heran saat ini, banyak industri berubah jadi trading, impor. Bagi pengusaha, itu tidak ada masalah. Tapi siapa yang akan memberikan pekerjaan?
Soal ketenagakerjaan memang menjadi hal pokok dalam menggerakkan iklim investasi. Karena investor akan melihat, normatif ketenagakerjaan Indonesia bagaimana, upah minimumnya, compete tidak? Jika upah buruh naik, produktifitas tidak naik, itu namanya tidak baik dan mampu berkompetisi. UU yang baru ini jelas memberatkan pengusaha. Investasi akan semakin tidak mampu masuk, sehingga terjadi pengangguran yang tentunya, kesejahteraan buruhpun jadi terhambat.
Soal paketan UU Ketenagakerjaan boleh jadi harus menjadi perhatian serius. Karena berdasarkan riset ILO (International Labour Organization) 2-3 tahun terakhir, lebih dari 60 persen angkatan kerja Indonesia ada di sektor informal. Sisanya, ada di sektor formal, bekerja di perusahaan, pegawai negeri dan lainnya yang memang mempunyai jaminan perlindungan, seperti tiap bulan mendapatkan gaji tetap, ada jaminan kesehatan dan lainnya. Informal yang jumlahnya jelas lebih banyak ini, tentunya tidak mempunyai jaminan sama sekali: satu perbandingan yang tidak sehat. Celakanya, UU Ketenagakerjaan justru membuat pengusaha menutup perusahaannya yang kemudian menurunkan kesempatan meningkatkan penciptaan lapangan pekerjaan.
Kemungkinan, tutupnya perusahan elektronik SONY dan DOSON yang memproduksi sepatu Reebok, akan diikuti juga perusahaan lainnya. Di sisi lain, kompetisi usaha Indonesiapun semakin menurun. Jelas, Cina dan Thailand bukanlah kompetitor lagi. Bahkan, kemungkinan kita akan dikejar oleh Vietnam, Laos dan Kamboja.
Soal buruh dan pengusaha, sebenarnya banyak yang bisa dilakukan pemerintah, bukan sekadar mendapatkan win-win solution, tapi juga memperhatikan kepentingan publik. Satu contoh yang mungkin pengusaha dan buruh lainnya juga sepakat, penggunaan keuntungan jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) untuk kepentingan buruh dan pengusaha. Janganlah pemerintah mengambil deviden dari Jamsostek, tapi kembalikan ke buruh. Komponen pengeluaran besar buruh adalah penginapan dan transportasi. Dana Jamsostek yang surplus sekitar satu triliun rupiah itukan bisa dikembalikan ke buruh dengan membangun perumahan buruh yang tersebar di sekitar sentra industri. Artinya, buruh bisa save biaya transportasi dan memberikan hidup yang lebih layak.
Bahkan, buruh sebenarnya mau berkompromi untuk menunda pemenuhan hak yang mereka tuntut. Tidak apa-apa upah tidak dinaikkan untuk sementara. Tapi pemerintah jangan menaikkan harga barang, listrik dan layanan publik lainnya dong. Dana Jamsostek itu juga seharusnya bisa dijadikan solusi dalam hal kesejahteraan buruh.
Fakta tetap mengatakan, jumlah pengangguran terus bertambah. Jelas, mau tidak mau, semua mata serasa tertuju ke Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) sebagai operator (pemerintah) penyelesaian soal ketenagakerjaan ini. Untuk menanggulangi masalah penganggur dan setengah penganggur, efek netto dari hasil pembangunan yang diperkirakan akan semakin baik di masa mendatang perlu didistribusikan kembali kepada masyarakat dalam berbagai bentuk, antara lain terciptanya kesempatan kerja produktif dan remunerative. Dengan cara ini, redistribusi pendapatan dalam bentuk seperti pengalihan subsidi BBM tidak perlu lagi dilakukan, atau hanya bersifat supplemen bilamana keadaan terlalu memaksa.
Kebijakan itu perlu ditempuh untuk menghindari dampak negatif yang lebih besar dari sekadar dampak negatif, seperti yang kita alami sekarang ini. Ketidak-stabilan peta politik dan keamanan, kemungkinan besar akan semakin parah dan mengganggu sendi-sendi pembangunan lainnya. Bila hal ini benar-benar terjadi, Indonesia akan berada pada bibir jurang kehancuran yang sulit dihindarkan. Untuk itu seluruh komponen bangsa, termasuk instansi-instansi pemerintah yang berkaitan dengan pengentasan kemiskinan dan ketenaga-kerjaan untuk harus segera mengkonsolidasikan diri, bersama-sama mengatasi masalah ini. Konsolidasi ini, mencakup berbagai aspek penting, antara lain: identifikasi dan pemilihan program, pembiayaan, koordinasi pelaksanaan, pengawasan dan lain-lain. Tanpa harus mengabaikan core-programe masing-masing instansi atau pihak terkait, aspek penanggulangan pengangguran harus dijadikan sebagai titik perhatian. Depnaker tidak mampu mengatasi pengangguran. Yang mampu mengatasinya adalah semua sektor, pemerintah dan masyarakat sendiri, harus bersama-sama.
Selama ini Depnakertranas sudah menyebarkan informasi dan mendorong ke arah wira-usaha.
Umumnya negara berkembang, 54-60 persen sektor informal mampu menampung pencari kerja, sebagai usaha mandiri, kecil-menengah. Yang di dorong itu pencari kerjanya, baik lewat tenaga kerja pemuda mandiri professional, tenaga kerja terdidik, lalu masalah pengembangan penerapan teknologi tepat guna, maupun pola-pola pemberian kredit bank.
Selain itu, Depnakertrans juga mencoba “menyentil” instansi lain untuk peduli terhadap masalah pengangguran, supaya juga bisa membuat tolak ukur, membuat gambaran: berapa sektor kerja dan tenaga kerja yang riil ada. Seperti pertanian, dimana diharapkan mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak. Data-data menunjukkan, sampai dengan 40 persen, sektor pertanian menyerap tenaga kerja. Kemudian diikuti sektor kelautan. Untuk itu, departemen pertanian dan kelautan misalnya, harusnya mampu memperluas kesempatan pekerjaan di sektor mereka sendiri.
Tapi Depnakertrans mengaku, anggaran yang dimiliki sangat terbatas untuk mendorong kesempatan kerja. Untuk 2002 saja, Depnakertrans hanya mempunyai dana 40-41 milyar rupiah dan dibagikan ke seluruh Indonesia. Programnya mencakup pelatihan dan upaya-upaya pendorongan ke wira-usaha. Idealnya untuk penanggulangan penganggur ini, Depnakertrans diberikan dana sekitar 1 trilyun rupiah agar sampai tenaga kerja sarjana bisa di tampung dan fokuskan pada pengembangan desa. Karena desa memerlukan ahli, motivator, perencana, dinamisator masyarakat desa.
Sampai sekarang Depnakertrans juga belum mempunyai peta potensi wilayah dan pengangguran sampai ke daerah terkecil, seperti kelurahan dan desa. Daerah tidak pernah meng-update data yang ada. Bagaimana mungkin Depnaker bisa menjalankan programnya jika basis data saja tidak punya? Sudah pernah di mintakan ke Pemda, seperti data penganggur, dimana, latar-belakangnya dan potensi wilayah yang ada. Tapi tidak pernah ada. Masalahnya, Pemda hanya mengharapkan PAD, tidak pernah memikirkan bagaimana masyarakatnya makmur, sejahtera dan berkembang dan tidak menganggur. Dengan otonomi daerah, pemerintah pusat hanyalah pembuat kebijakan, fasilitator, pendorong dan pemberi wacana-wacana. Praktek dan rill di lapangan, Pemdalah yang mengurusi semuanya.
Selain mempunyai Rencana Tenaga Kerja Nasional 2004-2009, Depnakertrans lewat Direktorat Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri juga mempunyai program dan kegiatan yang diarahkan untuk pencapaian Program Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja serta Program Perluasan dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Kegiatan yang dilaksanakan adalah:
a. Merumuskan pedoman atau petunjuk teknis, mengimplementasikan dan mensosialisasikan kebijakan pembinaan yang bertujuan untuk :
1. Membangun sistem peningkatan kualitas tenaga kerja ;
2. Meningkatkan kualitas pelayanan di Bidang Perluasan Kesempatan Kerja dan Penempatan Kerja ;
3. Meningkatkan kerjasama dengan lembaga-lembaga nasional maupun internasional ;
4. Mendorong peranan masyarakat luas di Bidang Ketenagakerjaan meliputi pelatihan, penempatan dan produktivitas tenaga kerja.
b. Pengembangan Kesempatan Kerja, dalam T.A. 2003 telah dilaksanakan :
1. Perluasan lapangan kerja bagi 120.561 orang meliputi :
- Pendayagunaan tenaga kerja pemuda mandiri profesional, tenaga kerja sarjana dan tenaga kerja mandiri terdidik sebanyak 67.734 orang.
- Terapan teknologi tepat guna 4.855 orang.
- Padat karya produktif 44.317 orang.
- Penciptaan wirausaha baru 2.280 orang.
- Pembinaan dan pendayagunaan anak jalanan dan pedagang asongan 690 orang.
- Pengembangan model perluasan kerja 685 orang.
2. Penempatan Tenaga Kerja AKAD : 21.200 orang.
3. Pelatihan ketrampilan sebanyak 42.951 orang meliputi :
- Pelatihan institusional : 14.800 orang.
- Pelatihan MTU : 20.485 orang.
- Pelatihan Magang : 1.088 orang.
- Pelatihan Teknisi :1.225 orang.
- Pelatihan kewirausahaan : 2.764 orang.
- Pelatihan melalui anggaran DPKK-TKI : 2.589 orang.
4. Pelaksanaan pemagangan ke Jepang sebanyak 4.790 orang
5. Pelatihan untuk angkatan kerja khusus seperti penyandang cacat dan lanjut usia sebanyak 1.276 orang.
6. Pemberian bantuan peralatan kepada 78 lembaga pelatihan BLK/LLK dan 12 pondok pesantren.
7. Pemberian ijin tenaga kerja asing (IKTA) sebanyak 19.898 orang.
Tampaknya, semua perencanaan yang “terkesan” bagus itu, harus benar-benar menjadi perhatian Depnakertrans. Apalagi, jika bicara soal ketenagakerjaan, ada beberapa tugas yang bisa dilakukan direktoratnya: pembinaan yang menyangkut peningkatan kualitas sumber daya manusia, penempatan, hingga SDM bisa bekerja secara produktif. “SDM kita belum mampu bersaing. Untuk itu, kita upayakan agar dengan standar kompetisi, SDM nantinya mampu mengisi lowongan pekerjaan dan bahkan menciptakan lapangan pekerjaan.
Tidak kompetitifnya SDM Indonesia, terbukti pada lomba ketrampilan se-Asia pada dua tahun lalu. Saat itu, Indonesia hanya memperoleh perunggu untuk kompetisi di bidang otomotif, eletronik dan lainnya itu. Apalagi, SDM Indonesia ditempatkan pada posisi 112 dari 117 negara yang diteliti. Belum lagi bicara soal banyaknya tenaga kerja asing yang masuk dan mengisi pekerjaan di Indonesia. Karena tenaga kerja Indonesia belum mampu mengisinya. TKI saja masih dalam posisi menengah.
Soal penanggulangan pengangguran dan perencanaan tenaga kerja nasional seharusnya juga ada di tiap daerah, terkait dengan semangat otonomi daerah. Sejak otonomi daerah, pusat dan daerah terputus. Padahal, pusat hanya pembuat kebijakan, penjabarannya ada di daerah.
Sekitar 2005, di tingkatkan sektor formal. Sehingga pada 2006, sektor informal bisa di persiapkan, dan tahun-tahun berikutnya baru di dorong migrasi tenaga kerja di sektor informal menuju sektor formal. Ini berarti, nasib ketenagakerjaan akan semakin memburuk sampai ada kejelasan pada 2006.
C. Tahun 2004 Pengangguran Berkurang, Tingkat Kemiskinan Kembali ke Sebelum Krisis
Jika perekonomian tumbuh lima persen pada tahun 2004, Indonesia dapat mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan. Jika berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi lima persen tahun 2004 ini, tingkat kemiskinan Indonesia akan kembali ke posisi sebelum krisis.
Pertumbuhan ekonomi tahun 2003 tercatat 4,3 persen. Tahun 2004 ini pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 4,8-5,0 persen. Sementara tingkat pengangguran terbuka tahun 2003 tercatat 10 juta orang.
Tingkat kemiskinan sudah lebih baik daripada waktu krisis. Sekadar dengan mengerem investasi dan mempergunakan subsidi langsung, tingkat kemiskinan di Indonesia sebetulnya sekarang sudah kembali ke waktu kita mau masuk krisis, tahun 1996. Untuk tingkat pengangguran, semoga tahun ini kita dapat menunjukkan apa artinya (pertumbuhan ekonomi) naik dari empat persen ke lima persen.
Untuk mencapai pertumbuhan lima persen, perekonomian Indonesia tidak bisa hanya mengandalkan konsumsi dan pasar dalam negeri, tetapi harus memanfaatkan ekspor, pasar luar negeri.
Selanjutnya, jika ingin kembali ke tingkat pertumbuhan ekonomi enam persen, investasi harus digalakkan. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tujuh persen, perekonomian Indonesia harus menggalakkan ekspor dan investasi.
Sekarang, investasi yang di lakukan baru investasi prasarana, seperti proyek sejuta rumah, proyek 700 km jalan tol, pembangunan pembangkit tenaga listrik yang baru, pembangunan sistem irigasi, dan proyek banjir kanal timur di Jakarta.
Tahun 2004 pemerintah menggerakkan ekspor agar pada tahun 2005 ekspor mulai meningkat dan investor akan merasa lebih pasti lagi dalam menanamkan modalnya. Diharapkan, penanaman modal bergeser dari sekadar pembelian reksa dana, obligasi korporasi, dan surat utang negara menuju penggunaan dana untuk penanaman modal langsung.
Untuk tahun 2004, ekspor nonmigas ditargetkan tumbuh mencapai tujuh persen dari tahun sebelumnya. Hal itu dapat dicapai melalui penetrasi pasar dan penguatan daya saing. Salah satu unsur penguatan daya saing adalah pemberian fasilitas perpajakan. Tax holiday sama sekali tidak termasuk fasilitas perpajakan yang dimaksud.
Tidak adil jika penanaman modal asing (PMA) langsung hanya diukur dari perizinan yang diberikan BKPM. Alasannya, yang masuk ke BKPM adalah persetujuan untuk perusahaan yang meminta fasilitas. Banyak investasi yang juga sudah masuk ke Indonesia, tetapi tidak membutuhkan fasilitas. Dalam kenyataannya, apa lagi fasilitas yang bisa kita tawarkan kepada mereka Tidak banyak. Oleh karena itu, sudah disiapkan angka-angka yang benar-benar dapat dipercaya dan mewakili jumlah PMA langsung yang masuk ke Indonesia.
Penanggulangan Pengangguran di Indonesia
Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan ditandai dengan jumlah penganggur dan setengah penganggur yang besar, pendapatan yang relatif rendah dan kurang merata. Sebaliknya pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal, dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang.
Kondisi pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal; dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang.
Pembangunan bangsa Indonesia kedepan sangat tergantung pada kualitas sumber daya manusia Indonesia yang sehat fisik dan mental serta mempunyai ketrampilan dan keahlian kerja, sehingga mampu membangun keluarga yang bersangkutan untuk mempunyai pekerjaan dan penghasilan yang tetap dan layak, sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup, kesehatan dan pendidikan anggota keluarganya.
Dalam pembangunan Nasional, kebijakan ekonomi makro yang bertumpu pada sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter harus mengarah pada penciptaan dan perluasan kesempatan kerja. Untuk menumbuh kembangkan usaha mikro dan usaha kecil yang mandiri perlu keberpihakan kebijakan termasuk akses, pendamping, pendanaan usaha kecil dan tingkat suku bunga kecil yang mendukung.
Kebijakan Pemerintah Pusat dengan kebijakan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota harus merupakan satu kesatuan yang saling mendukung untuk penciptaan dan perluasan kesempatan kerja.
Gerakan Nasional Penanggulangan Pengangguran (GNPP).
Mengingat 70 persen penganggur didominasi oleh kaum muda, maka diperlukan penanganan khusus secara terpadu program aksi penciptaan dan perluasan kesempatan kerja khusus bagi kaum muda oleh semua pihak.
Berdasarkan kondisi diatas perlu dilakukan Gerakan Nasional Penanggulangan Pengangguran (GNPP) dengan mengerahkan semua unsur-unsur dan potensi di tingkat nasional dan daerah untuk menyusun kebijakan dan strategi serta melaksanakan program penanggulangan pengangguran. Salah satu tolok ukur kebijakan nasional dan regional haruslah keberhasilan dalam perluasan kesempatan kerja atau penurunan pengangguran dan setengah pengangguran.
Gerakan tersebut dicanangkan dalam satu Deklarasi GNPP yang diadakan di Jakarta 29 Juni 2004. Lima orang tokoh dari pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, perwakilan pengusaha, perwakilan perguruan tinggi, menandatangani deklarasi tersebut, merekaadalah Gubernur Riau H.M. Rusli Zainal; Walikota Pangkal Pinang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung H. Zulkarnaen Karim; Palgunadi; T. Setyawan,ABAC; pengusaha; DR. J.P. Sitanggang, UPN Veteran Jakarta; Bambang Ismawan, Bina Swadaya, LSM; mereka adalah sebagian kecil dari para tokoh yang memandang masalah ketenagakerjaan di Indonesia harus segera ditanggulangi oleh segenap komponen bangsa.
Menurut para deklarator tersebut, bahwa GNPP ini dimaksudkan untuk membangun kepekaan dan kepedulian seluruh aparatur dari pusat ke daerah, serta masyarakat seluruhnya untuk berupaya mengatasi pengangguran.
Dalam deklarasi itu ditegaskan, bahwa untuk itu, sesuai dengan Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sebaiknya segera dibentuk Badan Koordinasi Perluasan Kesempatan Kerja.
Kesadaran dan dukungan sebagaimana diwujudkan dalam kesepakatan GNPP tersebut, menunjukan suatu kepedulian dari segenap komponen bangsa terhadap masalah ketenagakerjaan, utamanya upaya penanggulangan pengangguran. Menyadari bahwa upaya penciptaan kesempatan kerja itu bukan semata fungsi dan tanggung jawab Depatemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, akan tetapi merupakan tanggung jawab kita semua, pihak pemerintah baik pusat maupun daerah, dunia usaha, maupun dunia pendidikan. Oleh karena itu, dalam penyusunan kebijakan dan program masing-masing pihak, baik pemerintah maupun swasta harus dikaitkan dengan penciptaan kesempatan kerja yang seluas-luasnya.
Konsepsi.
Sementara itu dalam Raker dengan Komisi VII DPR-RI 11 Pebruari 2004 yang lalu, Menakertrans Jacob Nuwa Wea dalam penjelasannya juga berkesempatan memaparkan konsepsi penanggulangan pengangguran di Indonesia, meliputi keadaan pengangguran dan setengah pengangguran; keadaan angkatan kerja; dan keadaan kesempatan kerja; serta sasaran yang akan dicapai. Dalam konteks ini kiranya paparan tersebut masih relevan untuk diinformasikan.
Dalam salah satu bagian paparannya Menteri menyebutkan, bahwa pembukaan UUD 1945 mengamanatkan: "... untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa ...". Selanjutnya secara lebih konkrit pada Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa : " tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan " dan pada Pasal 28 D ayat (2) menyatakan bahwa:" Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja". Hal ini berarti, bahwa secara konstitusional, pemerintah berkewajiban untuk menyediakan pekerjaan dalam jumlah yang cukup, produktif dan remuneratif. Kedua Pasal UUD 1945 ini perlu menjadi perhatian bahwa upaya-upaya penanganan pengangguran yang telah dilaksanakan selama ini masih belum memenuhi harapan, serta mendorong segera dapat dirumuskan Konsepsi Penanggulangan Pengangguran.
Selanjutnya Menakertrans menyatakan, Depnakertrans dengan mengikut sertakan pihak-pihak terkait sedang menyusun konsepsi penanggulangan pengangguran. Dalam proses penyusunan ini telah dilakukan beberapa kali pembahasan di lingkungan Depnakertrans sendiri, dengan Tripartit secara terbatas (Apindo dan beberapa Serikat Pekerja); dan juga pembahasan dengan beberapa Departemen dan Bappenas. " Memperhatikan kompleksnya permasalahan pengangguran, disadari bahwa penyusunan konsepsi tersebut masih perlu didiskusikan dan dikembangkan lebih lanjut dengan berbagai pihak yang lebih luas, antara lain sangat dibutuhkan masukan dan dukungan sepenuhnya dari Anggotra DPR-RI yang terhormat khususnya Komisi VII; masih memerlukan waktu dan dukungan biaya sehingga pada akhirnya dapat dirumuskan suatu Konsepsi Penanggulangan Pengangguran di Indonesia yang didukung oleh seluruh komponen masyarakat", tutur Menteri Jacob Nuwa Wea.
Solusi Masalah Pengangguran di Indonesia
Sekitar 10 juta penganggur terbuka (open unemployed) dan 31 juta setengah penggangur (underemployed) bukanlah persoalan kecil yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia dewasa ini dan ke depan. Sepuluh juta penganggur terbuka berarti sekitar separo dari penduduk Malaysia.
Penganggur itu berpotensi menimbulkan kerawanan berbagai kriminal dan gejolak sosial, politik dan kemiskinan. Selain itu, pengangguran juga merupakan pemborosan yang luar biasa.
Setiap orang harus mengkonsumsi beras, gula, minyak, pakaian, energi listrik, sepatu, jasa dan sebagainya setiap hari, tapi mereka tidak mempunyai penghasilan. Bisa kita bayangkan berapa ton beras dan kebutuhan lainnya harus disubsidi setiap harinya.
Bekerja berarti memiliki produksi. Seberapa pun produksi yang dihasilkan tetap lebih baik dibandingkan jika tidak memiliki produksi sama sekali. Karena itu, apa pun alasan dan bagaimanapun kondisi Indonesia saat ini masalah pengangguran harus dapat diatasi dengan berbagai upaya.
Sering berbagai pihak menyatakan persoalan pengangguran itu adalah persoalan muara. Berbicara mengenai pengangguran banyak aspek dan teori disiplin ilmu terkait. Yang jelas pengangguran hanya dapat ditanggulangi secara konsepsional, komprehensif, integral baik terhadap persoalan hulu maupun muara. Sebagai solusi pengangguran, berbagai strategi dan kebijakan dapat ditempuh sebagai berikut.
Setiap penganggur diupayakan memiliki pekerjaan yang banyak bagi kemanusiaan artinya produktif dan remuneratif sesuai Pasal 27 Ayat 2 UUD 1945 dengan partisipasi semua masyarakat Indonesia. Lebih tegas lagi jadikan penanggulangan pengangguran menjadi komitmen nasional.
Untuk itu diperlukan dua kebijakan, yaitu kebijakan makro dan mikro (khusus). Kebijakan makro (umum) yang berkaitan erat dengan pengangguran, antara lain kebijakan makro ekonomi seperti moneter berupa uang beredar, tingkat suku bunga, inflasi dan nilai tukar yang melibatkan Bank Indonesia (Bank Sentral), fiskal (Departemen Keuangan) dan lainnya. Dalam keputusan rapat-rapat kebinet, hal-hal itu harus jelas keputusannya dengan fokus pada penanggulangan pengangguran. Jadi setiap lembaga pemerintah yang terkait dengan pengangguran harus ada komitmen dalam keputusannya dan pelaksanaannya.
Kebijakan Mikro
Selain itu, ada juga kebijakan mikro (khusus). Kebijakan itu dapat dijabarkan dalam beberapa poin. Pertama, pengembangan mindset dan wawasan penganggur, berangkat dari kesadaran bahwa setiap manusia sesungguhnya memilki potensi dalam dirinya namun sering tidak menyadari dan mengembangkan secara optimal. Dengan demikian, diharapkan setiap pribadi sanggup mengaktualisasikan potensi terbaiknya dan dapat menciptakan kehidupan yang lebih baik, bernilai dan berkualitas bagi dirinya sendiri maupun masyarakat luas.
Kepribadian yang matang, dinamis dan kreatif memiliki tujuan dan visi yang jauh ke depan, berani
mengambil tantangan serta mempunyai mindset yang benar. Itu merupakan tuntutan utama dan mendasar di era globalisasi dan informasi yang sangat kompetitif dewasa ini dan di masa-masa mendatang.
Perlu diyakini oleh setiap orang, kesuksesan yang hakiki berawal dari sikap mental kita untuk berani berpikir dan bertindak secara nyata, tulus, jujur matang, sepenuh hati, profesional dan bertanggung jawab. Kebijakan ini dapat diimplementasikan menjadi gerakan nasional melalui kerja sama dengan lembaga pelatihan yang kompeten untuk itu
Kedua, segera melakukan pengembangan kawasan-kawasan, khususnya yang tertinggal dan terpencil sebagai prioritas dengan membangun fasilitas transportasi dan komunikasi. Ini akan membuka lapangan kerja bagi para penganggur di berbagai jenis maupun tingkatan. Harapan akan berkembangnya potensi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) baik potensi sumber daya alam, sumber daya manusia maupun keuangan (finansial).
Ketiga, segera membangun lembaga sosial yang dapat menjamin kehidupan penganggur. Hal itu dapat dilakukan serentak dengan pendirian Badan Jaminan Sosial Nasional dengan embrio mengubah PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PT Jamsostek) menjadi Badan Jaminan Sosial Nasional yang terdiri dari berbagai devisi menurut sasarannya. Dengan membangun lembaga itu, setiap penganggur di Indonesia akan tercatat dengan baik dan mendapat perhatian khusus. Secara teknis dan rinci, keberadaaan lembaga itu dapat disusun dengan baik.
Keempat, segera menyederhanakan perizinan karena dewasa ini terlalu banyak jenis perizinan yang menghambat investasi baik Penanamaan Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan investasi masyarakat secara perorangan maupun berkelompok. Itu semua perlu segera dibahas dan disederhanakan sehingga merangsang pertumbuhan investasi untuk menciptakan lapangan kerja baru.
Kelima, mengaitkan secara erat (sinergi) masalah pengangguran dengan masalah di wilayah perkotaan lainnya, seperti sampah, pengendalian banjir, dan lingkungan yang tidak sehat. Sampah, misalnya, terdiri dari bahan organik yang dapat dijadikan kompos dan bahan non-organik yang dapat didaur ulang.Sampah sebagai bahan baku pupuk organik dapat diolah untuk menciptakan lapangan kerja dan pupuk organik itu dapat didistribusikan ke wilayah-wilayah tandus yang berdekatan untuk meningkatkan produksi lahan. Semuanya mempunyai nilai ekonomis tinggi dan akan menciptakan lapangan kerja.
Keenam, mengembangkan suatu lembaga antarkerja secara profesional. Lembaga itu dapat
disebutkan sebagai job center dan dibangun dan dikembangkan secara profesional sehingga dapat membimbing dan menyalurkan para pencari kerja. Pengembangan lembaga itu mencakup, antara lain sumber daya manusianya (brainware), perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), manajemen dan keuangan. Lembaga itu dapat di bawah lembaga jaminan sosial penganggur atau bekerja sama tergantung kondisinya.
Ketujuh, menyeleksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang akan dikirim ke luar negeri. Perlu seleksi lebih ketat terhadap pengiriman TKI ke luar negeri. Sebaiknya diupayakan tenaga-tenaga terampil (skilled). Hal itu dapat dilakukan dan diprakarsai oleh Pemerintah Pusat dan Daerah. Bagi pemerintah Daerah yang memiliki lahan cukup, gedung, perbankan, keuangan dan aset lainnya yang memadai dapat membangun Badan Usaha Milik Daerah Pengerahan Jasa Tenaga Kerja Indonesia ke luar negeri (BUMD-PJTKI). Tentunya badan itu diperlengkapi dengan lembaga pelatihan (Training Center) yang kompeten untuk jenis-jenis keterampilan tertentu yang sangat banyak peluang di negara lain. Di samping itu, perlu dibuat peraturan tersendiri tentang pengiriman TKI ke luar negeri seperti di Filipina.
Kedelapan, segera harus disempurnakan kurikulum dan sistem pendidikan nasional (Sisdiknas). Sistem pendidikan dan kurikulum sangat menentukan kualitas pendidikan. Karena itu, Sisdiknas perlu reorientasi supaya dapat mencapai tujuan pendidikan secara optimal.
Kesembilan, upayakan untuk mencegah perselisihan hubungan industrial (PHI) dan pemutusan hubungan kerja (PHK). PHI dewasa ini sangat banyak berperan terhadap penutupan perusahaan, penurunan produktivitas, penurunan permintaan produksi industri tertentu dan seterusnya. Akibatnya, bukan hanya tidak mampu menciptakan lapangan kerja baru, justru sebaliknya bermuara pada PHK yang berarti menambah jumlah penganggur. Pihak-pihak yang terlibat sangat banyak dan kompleks sehingga hal itu perlu dicegah dengan berbagai cara terutama penyempurnaan berbagai kebijakan.
Kesepuluh, segera mengembangkan potensi kelautan kita. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mempunyai letak geografis yang strategis yang sebagian besar berupa lautan dan pulau-pulau yang sangat potensial sebagai negara maritim. Potensi kelautan Indonesia perlu dikelola lebih baik supaya dapat menciptakan lapangan kerja yang produktif dan remuneratif.
Hal-hal yang paling sedikit yang dapat dikembangkan untuk menciptakan lapangan kerja bagi para penggemar sesuai pendidikannya, keterampilannya, umurnya penganggur terbuka atau setengah penganggur, atau orang yang baru masuk ke pasar kerja, dan sebagainya.
Diharapkan ke depan kebijakan ketenagakerjaan dapat diubah (reorientasi) kembali agar dapat berfungsi secara optimal untuk memerangi pengangguran.
Kesimpulan
Pengangguran terjadi disebabkan antara lain, yaitu karena jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari jumlah pencari kerja. Juga kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar kerja. Selain itu juga kurang efektifnya informasi pasar kerja bagi para pencari kerja.
Setiap penganggur diupayakan memiliki pekerjaan yang banyak bagi kemanusiaan artinya produktif dan remuneratif sesuai Pasal 27 Ayat 2 UUD 1945 dengan partisipasi semua masyarakat Indonesia. Lebih tegas lagi jadikan penanggulangan pengangguran menjadi komitmen nasional.
Untuk itu diperlukan dua kebijakan, yaitu kebijakan makro dan mikro (khusus). Kebijakan makro (umum) yang berkaitan erat dengan pengangguran, antara lain kebijakan makro ekonomi seperti moneter berupa uang beredar, tingkat suku bunga, inflasi dan nilai tukar yang melibatkan Bank Indonesia (Bank Sentral), fiskal (Departemen Keuangan) dan lainnya. Dalam keputusan rapat-rapat kebinet, hal-hal itu harus jelas keputusannya dengan fokus pada penanggulangan pengangguran. Jadi setiap lembaga pemerintah yang terkait dengan pengangguran harus ada komitmen dalam keputusannya dan pelaksanaannya.
Selain itu, ada juga kebijakan mikro (khusus). Kebijakan itu dapat dijabarkan dalam beberapa poin.
Pertama, pengembangan mindset dan wawasan penganggur, berangkat dari kesadaran bahwa setiap manusia sesungguhnya memilki potensi dalam dirinya namun sering tidak menyadari dan mengembangkan secara optimal.
Kedua, segera melakukan pengembangan kawasan-kawasan, khususnya yang tertinggal dan terpencil sebagai prioritas dengan membangun fasilitas transportasi dan komunikasi.
Ketiga, segera membangun lembaga sosial yang dapat menjamin kehidupan penganggur.
Keempat, segera menyederhanakan perizinan karena dewasa ini terlalu banyak jenis perizinan yang menghambat investasi baik Penanamaan Modal Asing (PMA), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan investasi masyarakat secara perorangan maupun berkelompok.
Kelima, mengaitkan secara erat (sinergi) masalah pengangguran dengan masalah di wilayah perkotaan lainnya, seperti sampah, pengendalian banjir, dan lingkungan yang tidak sehat.
Keenam, mengembangkan suatu lembaga antarkerja secara profesional.
Ketujuh, menyeleksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang akan dikirim ke luar negeri.
Kedelapan, segera harus disempurnakan kurikulum dan sistem pendidikan nasional (Sisdiknas).
Kesembilan, upayakan untuk mencegah perselisihan hubungan industrial (PHI) dan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Kesepuluh, segera mengembangkan potensi kelautan kita. Diharapkan ke depan kebijakan ketenagakerjaan dapat diubah (reorientasi) kembali agar dapat berfungsi secara optimal untuk memerangi pengangguran.
Senin, 25 Juli 2016
SEJARA PEMBENTUKAN DASAR NEGARA INDONESIA ( BPUPKI )
Nama : Marselus Kelanangame
Kota Asal : Timika Papua
Kota Study : Semarang, JTG
Nama Sekolah : SMA Sint Louis Semarang Jawa Tengah
Hobis saya Sepak bola, voli,Bulu Tangkis,dan Lari.
Suka membantu orang Tua dan Orang Miskin,karena itu lah yang harus ku lakukan karena memiliki kasih sayang.
Sejarah perumusan pancasila dan makna yang terkandung di dalamnya dan titik kordinat
- 1. Sejarah Perumusan Pancasila dan Makna yang Terkandung di Dalamnya 1. SEJARAH PERUMUSAN PANCASILA. Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara merupakan hasil kesepakatan bersama yang kemudian disebut sebagai perjalanan luhur bangsa Indonesia, di dalamnya terkadang semangat kekeluargaan sebagai inti ajaran Pancasila. Dalam memahami semangat kekeluargaan untuk mencapai kesepakatan bersama perlu dipelajarisejarah perumusan Pancasila, sejak masa pengusulan Pancasila, masa proklamasi kemerdekaan, sampai dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, dan selanjutnya bangsa Indonesia akan tetap melestarikan Pancasila sebagai Indonesia. Dasar filsafat Negara Indonesia yang diberi nama Pancasila ini secara resmi dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945, walaupun istilah “Pancasila” tidak disebutkan secara eksplisit dalam Pembukaan tersebut, namun rumusannya sila demi sila secara jelas dicantumkan di dalamnya. Oleh karena itu pembukaan UUD 1945 disebut sebagai tempat terdapatnya rumusan Pancasila. Secara historis rumusan-rumusan Pancasila itu dapat diuraikan dalam tiga kelompok : a. Rumusan Pancasila dalam siding-sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang merupakan tahapan pengusulan sebagai Dasar Filsafat Negara Indonesia. b. Rumusan Pancasila yang ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia sebagai Dasar Filsafat Negara Indonesia yang sangat erat hubungannya dengan Proklamasi Kemerdekaan. c. Beberapa rumusan Pancasila dalam perobahan ketatanegaraan Indonesia selama belum berlaku kembali rumusan Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. Setelah uraian tiga kelompok di atas, kemudian ditambahkan satu masa lagi, yaitu : d. Masa pemantapan Pancasila, atau juga dapat dinyatakan masa kesatuan rumusan Pancasila, yaitu sejak dikeluarkannya Inpres No. 12 tanggal 13 April 1945. Pemantapan atau kesatuan rumusan Pancasila ini merupakan titik tolak pengembangan maupun dalam pengembangan sistem filsafat Pancasila.
- 2. 1. Masa Pengusulan Pacasila Dalam siding Teikuku Gikoi (Parlemen Jepang) Pada tanggal 7 September 1944, Perda Menteri Jepang Jenderal Kuniaki koiso (Pengganti Perdana Menteri Tojo), atas nama pemerintah Jepang mengeluarkan janji kemerdekaan Indonesia yang akan diberikan pada tanggal 24 Agustus 1945, sebagai janji politik. Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekanaan Indonesia (BPUPKI) ini dilantik pada tanggal 28 Mei 1945 oleh Gunseikan (Kepala pemerintahan Bala Tentara Jepang di Jawa), dengan susunan sebagai berikut (Muhammad Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945.) Badan Penyelidikan ini mengadakan siding hanya dua kali masa siding. Sidang pertama tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945. Sidang kedua tanggal 10 Juli sampai dengan 17 Juli 1945. 1. Masa Sidang Pertama BPUPKI Dalam masa siding pertama yaitu tanggal 29 Mei sampai dengan tanggal 1 Juni 1945 (4 hari), yang mengajukan usul adalah Muhammad Yamin dan Bung Karno (Ir. Soekarno) tentang dasar Negara, dan Soepomo tentang faham kenegaraan. a. Usul Muhammad Yamin, 29 Mei 1945 Muhammad Yamin Berpidato tentang Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia. Dalam pidato itu beliau mengusulkan dasar Negara bagi Indonesia Merdeka yang akan dibentuk adalah : - Peri Kebangsaan - Peri Kemanusiaan - Peri ketuhanan - Peri Kerakyatan - Kesejahteraan Rakyat Setelah berpidato beliau mengusulkan juga secara tertulis lima asas dasar Negara dalam rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, yang Rumusannya sebagai berikut : - Ketuhanan Yang Maha Esa - Kebangsaan Persatuan Indonesia - Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab - Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan - Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
- 3. b. Usul Soepomo 31 Mei 1945 Pada hari ketiga siding BPUPKI, tanggal 31 Mei 1945, Soepomo mengusulkan tentang dasar pemikiran Negara nasional bersatu yang akan didirikan harus berdasarkan atas pemikiran integralistik yang sesuai struktur sosial Indonesia sebagai ciptaan budaya bangsa Indonesia. Negara Harus bersifat “badan penyelenggara”, badan pencipta hukum yang timbul dari hati sanubari rakyat seluruhnya. Dalam pengertian dan teori ini, Negara tidak lain adalah seluruh masyarakat atau seluruh rakyat Indonesia sebagai persatuan yang teratur dan tersusun. Soepomo juga mengusulkan tentang syarat mutlak Negara, yaitu : Daerah, rakyat, dan pemerintahan. Mengenai dasar apa Negara Indonesia didirikan, dikemukakan tiga soal : a. Persatuan Negara, Negara serikat, Persekutuan Negara. b. Hubungan Antar Negara dan Agama. c. Republik dan Monarchie. c. Usul Soekarno. 1 Juni 1945 Dalam masa siding pertama BPUPKI hari selanjutnya, pada tanggal 1 Juni 1945 Bung Karno mengajukan lima dasar juga bagi Negara Indonesia Merdeka, dalam pidatonya mengenai Dasar Indonesia Merdeka. Lima dasar itu atas petunjuk seorang ahli bahasa (yaitu Mr. Muhammad Yamin, yang pada waktu itu duduk di samping Ir. Soekarno) diberi nama Pancasila. Lima dasar yang dilakukan Bung Karno, ialah : a. Kebangsaan Indonesia b. Internasionalisme atau Perikemanusiaan c. Mufakat atau demokrasi d. Kesejahteraan sosial e. Ketuhanan yang berkebudayaan. 2. Rapat Panitia Sembilan Panitia Sembilan atau panitia kecil merupakan tokoh-tokoh nasional, wakil-wakil golongan Islam dan golongan Nasionalis, yaitu : 1. Ir. nSoekarno 2. Drs. Mohamad Hatta 3. Mr. A.A. Maramis 4. K.H. Wachid Hasyim 5. Abdul Kahar Muzakkkir 6. H. Agus Salim
- 4. 7. Abikusno Tjokrosujoso 8. Mr. Achmad Soebardjo 9. Mr. Muhammad Yamin. Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan berhasil merumuskan Rancangan Mukaddimmah (Pembukaan) Hukum Dasar, yang kemudian dinamakan Jakarta charter atau Piagam Jakarta (Oleh Mr. Muhammad Yamin). Dan di dalam rancangan mukaddimah itu termuat pula rumusan Pancasila yang tata-urutannya tersusun secara sistematik, pada alinea keempat bagian akhir, yaitu : - Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at islam bagi pemeluk-pemeluknya - Kemanusiaan yang adil dan beradab - Persatuan Indonesia - Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan - Keadilan sosisal bagi seluruh rakyat Indonesia Selain itu dalam piagam Jakarta pada alinea ketiga juga memuat rumusan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang pertama, yaitu berbunyi ; “Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorangkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka Rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya”. Rumusan kalimat yang merupakan teks Proklamasi Kemerdekaan itu adalah cetusan hati-Nurani kebulatan tekad rakyat Indonesia untuk merdeka yang dinyatakan sebelum Proklamasi Kemerdekaan, sehingga dapat dinamakan “Declaration of Indonesia Independence”. 2. Masa Penetapan Pancasila Berdasarkan Uraiyan beberapa rumusan Pancasila secara historis beserta pelbagai hal yang mengiringinya, maka dapatlah dilihat secara jelas bahwa rumusan-rumusan lima hal yang diberi nama Pancasila itu mempunyai inti-inti kesamaan yang merupakan pokok pandangan hidup bangsa Indonesia, sebagai dasar filsafat Negara, maupun sebagai ideologi Negara Indonesia, walaupun ada perbedaan hanya merupakan hal-hal yang secara kebetulan saja, karena merupakan penjelmaan bahwa manusia mempunyai perbedaan-perbedaan antara satu dengan yang lainnya. Rumusan Pancasila sampai di Keluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ini ada tujuh rumusan, yaitu :
- 5. 1. Mr. Muhammad Yamin, tanggal 29 Mei 1945, usul dalam pidato “Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia”, (rumusan 1). 2. Mr. Muhammad Yamin, Tanggal 29 Mei 1945, usul tertulis yang diajukan dalam Rancangan Hukum Dasar, (rumusan 2). 3. Ir. Soekarno, Tanggal 1 Juli 1945, usul dalam pidato “Dasar Indonesia Merdeka” dengan istilah “Pancasila” (rumusan 3). 4. Piagam Jakarta, tanggal 22 Juni 1945, dengan susunan yang sistematik hasil kesepakatan yang pertama, (rumusan 4). 5. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tanggal 18 Agustus 1945, rumusan pertama yang secara formal sebagai Dasar Filsafat Negara, (rumusan 5). 6. Mukaddimah KRIS 1949 tanggal 27 Desember 1949, dan Mukaddimah UUDS 1950 tanggal 17 Agustus 1950, (rumusan 6) 7. Rumusan dalam Masyarakat, seperti nomer 6, tetapi sila keempat berbunyi “Kedaulatan Rakyat”, tidak jelas asalnya (rumusan 7). Dengan demikian jelaslah, secara formal rumusan Pancasila yang tercantum dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 berlaku kembali yang sebenarnya sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sudah mulai berlaku. Dengan berdasarkan Instruksi Presiden no. 12 tanggal 13 April 1968 ini, maka rumusan Pancasila yang sah dan benar dalam arti hukum atau secara formal adalah Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. Dengan demikian, maka tanggal 1 Juni 1945 hanya merupakan sekedar pemberian nama saja, bukan hari lahirnya Pancasila. Sedang lima hal sebagai inti kesamaan pokok pandangan hidup bangsa Indonesia itu lahir sejak manusia ada, hanya saja mereka belum memikirkan atau mengadakan penelitian tentang pokok-pokok persoalan dalam hidup manusia khusus bangsa Indonesia. Inti kesamaan pandangan hidup inipun bukan hasil penelitian langsung, tetapi hasil perenungan bangsa Indonesia secara mendalam menjelang Proklamasi Kemerdekaqan Indonesia. 2. MAKNA YANG TERKANDUNG DALAM PANCASILA a. Arti dan Makna sila ketuhanan Yang Maha Esa 1. Mengandung arti pengakuan adanya kausa prima (sebab pertama) yaitu Tuhan Yang Maha Esa. 2. Menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agamanya. 3. Tidak memaksa warga Negara untuk beragama.
- 6. 4. Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama. 5. Bertoleransi dalam beragama , dalam hal ini toleransi ditekankan dalam beribadah menurut agamanya masing-masing. 6. Negara member fasilitator bagi tumbuh kembangnya agama dan Iman warga Negara dan mediator ketika terjadi konflik antar agama. b. Arti dan Makna Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab 1. Menempatkan Manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk tuhan. Maksudnya, kemanusiaan itu mempunyai sifat Universal. 2. Menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa. Hal ini juga bersifat Universal, dan bila diterapkan dalam masyarakat Indonesia sudah barang tentu bangsa Indonesia menghargai hak dari setiap warga Negara dalam masyarakat Indonesia. Konsekuensi dari hal ini, dengan sendirinya sila kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung prinsip menolak atau menjauhi rasialisme atau sesuatu yang bersumber pada ras. Selanjutnya mengusahakan kebahagiaan lahir dan batin. 3. Mewujudkan keadilan dan peradaban yang tidak lemah. Hal ini berarti bahwa yang dituju masyarakat Indonesia adalah keadilan dan peradaban yang tidak pasif, yaitu perlu pelurusan dan penegakan (hukum) yang kuat jika terjadi penyimpangan-penyimpangan. Keadilan diwujudkan dengan berdasarkan pada hukum. Prinsip keadilan dikaitkan dengan hukum, karena keadilan harus direalisasikan dalam kehidupan bermasyarakat. c. Arti dan Maksud Sila Persatuan Indonesia Pokok-pokok pikiran yang perlu difahami antara lain : 1. Nasionalisme. 2. Cinta Bangsa dan Tanah Air. 3. Menggalang persatuan dan kesatuan. 4. Menghilangkan penonjolan kekuatan atau kekuasaan, keturunan dan perbedaan warna kulit. 5. Menumbuhkan rasa senasib dan sepenanggungan. d. Arti dan Makna Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Beberapa Pokok pikiran yang perlu difahami antara lain : 1. Hakikat sila ini adalah demokrasi. Demokrasi dalm arti umum, yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. 2. Permusyawaratan, artinya mengusahakan putusan bersama secara bulat, baru sesudah itu diadakan tindakan bersama. Di sini terjadi simpul yang penting yaitu mengusahakan
- 7. putusan bersama secara bulat. Dengan demikian berarti bahwa penentuan demokrasi yang berdasar Pancasila adalah kebulatan mufakat sebagai hasil kebijaksanaan. 3. Dalam melaksanakan keputusan diperlukan kejujuran bersama. Dalam hal ini perlu diingat bahwa keputusan bersama dilakukan secara bulat sehingga membawa konsekuensi adanya kejujuran bersama. e. Arti dan Maksud Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia Beberapa pokok pikiran yang perlu difahami antara lain : 1. Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat dalam arti dinamis dan meningkat 2. Seluruh kekayaan alam dan sebagainya dipergunakan bagi kebahagiaan bersama menurut potensi masing-masing. 3. Melindungi yang lemah agar kelompok warga masyarakat dapat bekerja sesuai dengan bidangnya.
- 8. PENEMU KOORDINAT TENTANG SISTEM KOORDINAT KARTESIUS Rene Descartes (Temuan Kecil Membawa Perubahan Besar) Menurut ahli sejarah, Heroditus (450 M) menyatakan bahwa geometri berasal dari Mesir. Ilmu geometri lahir dari tradisi pengukuran tanah di tepi sungai NIL. Pengukuran tanah senantiasa dilakukan sebagai akibat banjir yang sering terjadi. Sebuah manuskrip tua orang Mesir bertajuk Papyrus Rhind yang ditulis oleh Ahmes 200 SM—saat ini disimpan di musium London Inggris—menginformasikan tentang aturan-aturan dan rumus-rumus untuk mencari luas ladang dan isi gudang gandum yang digunakan waktu itu. Orang mesir juga telah mengetahui bahwa bentuk Al-jabar ax + b = 0 secara geometri dapat dinyatakan sebagai garis lurus. Demikian pula dengan bentuk-bentuk pangkat dua, telah mampu merekaujudkan sebagai bentuk-bentuk seperti ellips, parabola, dan hiperbola. Matematikawan Rane Descartes, yang lahir di sebuah Desa La Haye Prancis 1596, adalah orang yang memiliki ketertarikan pada bidang geometri ini. Descrates telah menemukan sebuah metode untuk menyajikan sebuah titik sebagai bilangan berpasangan dalam sebuah bidang datar. Bilangan-bilangan tersebut terletak pada dua garis saling tegak lurus satu dengan lainnya dan berpotongan di sebuah titik dinamakan Origin (0,0), biasanya disimbolkan dengan huruf kapital O (0,0). Bidang itu dinamakan bidang KOORDINAT atau lebih dikenal dengan bidang CARTESIUS. Bidang koordinat terbagi dalam 4 kwarter atauu kkuadran. Contoh, P adalah sebuah titik (3,5). Bilangan 3 dinamakan koordinat x untuk P, dan bilangan 5 dinamakan koordinat y utnuk P. Selanjutnya koordinat y disebut ordinat. Dengan kelahiran bidang koordinat, terjadilah revolusi besar dalam bidang matematika. Dengan cerdasnya Descartes menyajikan bentuk-bentuk al-jabar yang dilahirkan oleh orang-orang Mesir dan Khawarizmi ke dalam bentuk permasalah goemetri secara sistematik. Descartes mampu “mengahadirkan dan menjerat” pengetahuan matematika masa lampau kedalam sistem koordinatnya. Kini Al-jabarnya ornga-orang Mesir dan Khawarizmi hadir tidak lagi sebagai bentuk bangun belaka melainkan muncul sebagai bentuk yang lengkap dengan koordinatnya.
- 9. Pada tahun 1649, Ratu Cristina mengundang Descartes ke Stockholm Swedia guna mengajarinya ilmu filsafat. Dalam pandangan hidupnya, Descartes menolak untuk mempercayai segala sesuatu sampai dia bisa membangun atau menemukan landasan untuk mempercayai hal itu sebagai sebuah kebenaran. Pandangan Descartes yang paling terkenal adalah “Cagito, ego Sum” (saya berfikir oleh karenanya saya ada). Pada tehun 1650, Descartes meninggal dalam undangan Ratu Cristina di Swedia tersebut. Sistem koordinat Kartesius Gambar 1 - Sistem koordinat Kartesius. Terdapat empat titik yang ditandai: (2,3) titik hijau, (-3,1) titik merah, (-1.5,-2.5) titik biru, dan (0,0), titik asal, yang berwarna ungu. Dalam matematika, Sistem koordinat Kartesius digunakan untuk menentukan tiap titik dalam bidang dengan menggunakan dua bilangan yang biasa disebut koordinat x dan koordinat y dari titik tersebut. Untuk mendefinisikan koordinat diperlukan dua garis berarah yang tegak lurus satu sama lain (sumbu x dan sumbu y), dan panjang unit, yang dibuat tanda-tanda pada kedua sumbu tersebut (lihat Gambar 1). Sistem koordinat Kartesius dapat pula digunakan pada dimensi-dimensi yang lebih tinggi, seperti 3 dimensi, dengan menggunakan tiga sumbu (sumbu x, y, dan z).
- 10. Gambar 2 - Sistem koordinat Kartesius disertai lingkaran merah yang berjari-jari 2 yang berpusat pada titik asal (0,0). Persamaan lingkaran merah ini adalah x² + y² = 4. Dengan menggunakan sistem koordinat Kartesius, bentuk-bentuk geometri seperti kurva dapat diekspresikan dengan persamaan aljabar. Sebagai contoh, lingkaran yang berjari- jari 2 dapat diekspresikan dengan persamaan x² + y² = 4 (lihat Gambar 2). Istilah Kartesius digunakan untuk mengenang ahli matematika sekaligus filsuf dari Perancis Descartes, yang perannya besar dalam menggabungkan aljabar dan geometri (Cartesius adalah latinisasi untuk Descartes). Hasil kerjanya sangat berpengaruh dalam perkembangan geometri analitik, kalkulus, dan kartografi. Ide dasar sistem ini dikembangkan pada tahun 1637 dalam dua tulisan karya Descartes. Pada bagian kedua dari tulisannya Discourse on Method, ia memperkenalkan ide baru untuk menggambarkan posisi titik atau obyek pada sebuah permukaan, dengan menggunakan dua sumbu yang bertegak lurus antar satu dengan yang lain. Dalam tulisannya yang lain, La Géométrie, ia memperdalam konsep-konsep yang telah dikembangkannya. Lihat koordinat (matematika) untuk sistem-sistem koordinat lain seperti sistem koordinat polar. Sistem koordinat dua dimensi Sistem koordinat Kartesius dalam dua dimensi umumnya didefinisikan dengan dua sumbu yang saling bertegak lurus antar satu dengan yang lain, yang keduanya terletak pada satu bidang (bidang xy). Sumbu horizontal diberi label x, dan sumbu vertikal diberi label y. Pada sistem koordinat tiga dimensi, ditambahkan sumbu yang lain yang sering diberi label z. Sumbu-sumbu tersebut ortogonal antar satu dengan yang lain. (Satu sumbu dengan sumbu lain bertegak lurus.) Titik pertemuan antara kedua sumbu, titik asal, umumnya diberi label 0. Setiap sumbu juga mempunyai besaran panjang unit, dan setiap panjang tersebut diberi tanda dan ini membentuk semacam grid. Untuk mendeskripsikan suatu titik tertentu dalam sistem koordinat dua dimensi, nilai x ditulis (absis), lalu diikuti dengan nilai y (ordinat). Dengan demikian, format yang dipakai selalu (x,y) dan urutannya tidak dibalik-balik.
- 11. Gambar 3 - Keempat kuadran sistem koordinat Kartesius. Panah yang ada pada sumbu berarti panjang sumbunya tak terhingga pada arah panah tersebut. Pilihan huruf-huruf didasari oleh konvensi, yaitu huruf-huruf yang dekat akhir (seperti x dan y) digunakan untuk menandakan variabel dengan nilai yang tak diketahui, sedangkan huruf-huruf yang lebih dekat awal digunakan untuk menandakan nilai yang diketahui. Sebagai contoh, pada Gambar 3, titik P berada pada koordinat (3,5). Karena kedua sumbu bertegak lurus satu sama lain, bidang xy terbagi menjadi empat bagian yang disebut kuadran, yang pada Gambar 3 ditandai dengan angka I, II, III, dan IV. Menurut konvensi yang berlaku, keempat kuadran diurutkan mulai dari yang kanan atas (kuadran I), melingkar melawan arah jarum jam (lihat Gambar 3). Pada kuadran I, kedua koordinat (x dan y) bernilai positif. Pada kuadran II, koordinat x bernilai negatif dan koordinat y bernilai positif. Pada kuadran III, kedua koordinat bernilai negatif, dan pada kuadran IV, koordinat x bernilai positif dan y negatif (lihat tabel dibawah ini). Kuadran nilai
PANCASILA (makalah falsafah pancasila)
- 1. MAKALAH FALSAFAH PANCASILA FALSAFAH PANCASILA SEBAGAI DASAR FALSAFAH NEGARA INDONESIA
- 2. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ......................................................................................................I KATA PENGANTAR......................................................................................................II DAFTAR ISI....................................................................................................................III BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG.........................................................................................1 1.2 PERUMUSAN MASALAH................................................................................2 1.3 TUJUAN PENULISAN ......................................................................................2 1.4 MANFAAT.........................................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN 1. LANDASAN FILOSOFI PANCASILA..............................................................3 2. FUNGSI UTAMA FILSAFAT ...........................................................................3 3. BUKTI FALSAFAH ............................................................................................4 BAB III ANALISIS PERMASALAHAN 1. LANDASAN FILOSOFI PANCASILA..............................................................3 1. PENGERTIAN FILSAFAT............................................................................ 2. PENGERTIAN PANCASILA........................................................................ 3. PENGERTIAN FILSAFAT PANCASILA.................................................... 2. BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN .................................................................................................... B. SARAN ................................................................................................................ DAFTAR PUSTAKA
- 3. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara Etimologi filsafat merupakan bentuk kata falsafat, yang semula berasal dari bahasa Yunani yaitu “Philosphia” yang terdiri dari 2 kata, yaitu : philos / philein berarti suka, cinta, mencintai dan shophia berarti kebijaksanaan, hikmah, kepandaian ilmu. Jadi philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada ilmu filsafat dalam bahasa Belanda yaitu wijsbegeerte berarti keinginan untuk ilmu Lwijs : pandai, berilmu; Begerte : keinginan. Dalam arti praktis filsafat mengandung arti alam berfikir / alam pikiran, sedangkan berfilsafah ialah berfikir secara mendalam atau radikal atau dengan sungguh – sungguh sampai keakar-akarnya terhadap suatu kebenaran atau dengan kata lain berfilsafat mengandung arti mencari kebenaran atas sesuatu. Sebagai dasar negara, Pancasila kembali diuji ketahanannya dalam era reformasi sekarang. Merekahnya matahari bulan Juni 1945, 63 tahun yang lalu disambut dengan lahirnya sebuah konsepsi kenengaraan yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia, yaitu lahirnya Pancasila. Sebagai falsafah negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila memang merupakan karunia terbesar dari Allah SWT dan ternyata merupakan light-star bagi segenap bangsa Indonesia di masa-masa selanjutnya, baik sebagai pedoman dalam memperjuangkan kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam hidup kerukunan berbangsa, serta sebagai pandangan hidup untuk kehidupan manusia Indonesia sehari-hari, dan yang jelas tadi telah diungkapkan sebagai dasar serta falsafah negara Republik Indonesia. Pancasila telah ada dalam segala bentuk kehidupan rakyat Indonesia, terkecuali bagi mereka yang tidak Pancasilais. Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan pada 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan UUD 1945. Bunyi dan ucapan Pancasila yang benar berdasarkan Inpres Nomor 12 tahun 1968 adalah satu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga, Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dan kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus Pancasila itu ialah, Mr Mohammad Yamin, Prof Mr Soepomo, dan Ir Soekarno. Dapat dikemukakan mengapa Pancasila itu sakti dan selalu dapat bertahan dari guncangan kisruh politik di negara ini, yaitu pertama ialah karena secara intrinsik dalam Pancasila itu mengandung toleransi, dan siapa yang menantang Pancasila berarti dia menentang toleransi. Kedua, Pancasila merupakan wadah yang cukup fleksibel, yang dapat mencakup faham-faham positif yang dianut oleh bangsa Indonesia, dan faham lain yang positif tersebut mempunyai keleluasaan yang cukup untuk memperkembangkan diri. Yang ketiga, karena sila-sila dari Pancasila itu terdiri dari nilai-nilai dan norma-norma yang positif sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia, dan nilai serta norma yang bertentangan, pasti akan ditolak oleh Pancasila, misalnya Atheisme dan segala bentuk kekafiran tak beragama akan ditolak oleh bangsa Indonesia yang bertuhan dan ber-agama. Diktatorisme juga ditolak, karena bangsa Indonesia berprikemanusiaan dan berusaha untuk berbudi luhur. Kelonialisme juga ditolak oleh bangsa Indonesia yang cinta akan kemerdekaan. Sebab yang keempat adalah, karena bangsa Indonesia yang sejati sangat cinta
- 4. kepada Pancasila, yakin bahwa Pancasila itu benar dan tidak bertentangan dengan keyakinan serta agamanya. Dengan demikian bahwa falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia yang harus diketahui oleh seluruh warga negara Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga dan menjalankan apa-apa yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya pahlawan proklamasi yang telah berjuang untuk kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga baik golongan muda maupun tua tetap meyakini Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tanpa adanya keraguan guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia. 1.2 Perumusan Masalah Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini penulis memperoleh hasil yang diinginkan, maka penulis mengemukakan beberapa rumusan masalah. Rumusan masalah itu adalah: 1. Apakah landasan filosofis Pancasila? 2. Apakah fungsi utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia? 3. Apakah bukti bahwa falsafah Pancasila dijadikan sebagai dasar falsafah negara Indonesia? 1.3 Tujuan a. Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain: 1. Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pancasila. 2. Untuk menambah pengetahuan tentang Pancasila dari aspek filsafat. 3. Untuk mengetahui landasan filosofis Pancasila. 4. Untuk mengetahui fungsi utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia. 5. Untuk mengetahui bukti bahwa falsafah Pancasila dijadikan sebagai dasar falsafah negara Indonesia. 1.4 Manfaat Manfaat yang didapat dari makalah ini adalah: 1. Mahasiswa dapat menambah pengetahuan tentang Pancasila dari aspek filsafat. 2. Mahasiswa dapat mengetahui landasan filosofis Pancasila. 3. Mahasiswa dapat mengetahui fungsi utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia. 4. Mahasiswa dapat mengetahui bukti bahwa falsafah Pancasila dijadikan sebagai dasar falsafah negara Indonesia.
- 5. BAB II PEMBAHASAN 1. Landasan Filosofis Pancasila Pancasila dikenal sebagai filosofi Negara Indonesia. Nilai-nilai yang tertuang dalam rumusan sila-sila Pancasila adalah landasan filosofis yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Prof. Mr. Drs. Notonagoro dalam pidato Dies Natalis Universitas Airlangga Surabaya pada tanggal 10 November 1955 : “Susunan Pancasila itu adalah suatu kebulatan yang bersifat hierrarchies dan piramidal yang mengakibatkan adanya hubungan organis di antara 5 sila negara kita”. Pernyataan dan pendapatnya tersebut kemudian diterima dan dikukuhkan oleh MPRS dalam Ketetapan No. XX/MPRS/1960 jo. Ketetapan No. V/MPR/1973. Pernyataan tersebut diperkuat juga oleh Ketetapan MPR No. XI/MPR/1978, Pancasila itu merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh dari kelima silanya. Dikatakan demikian, karena masing-masing sila dari Pancasila itu tidak dapat dipahami dan diberi arti secara sendiri-sendiri. Memahami atau memberi arti setiap sila-sila secara terpisah dari sila- sila lainnya akan mendatangkan pengertian yang keliru tentang Pancasila. Dengan demikian, landasan Filsafat Pancasila merupakan harmonisasi dari nilai-nilai dan norma-norma utuh yang terkandung dalam sila-sila Pancasila, yang bertujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya secara mendasar dan menyeluruh agar menjadi landasan filsafat yang sesuai dengan keperibadian dan cita-cita Bangsa. 2. Fungsi Utama Filsafat Pancasila Bagi Bangsa Dan Negara Indonesia A. Filasafat Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Setiapa bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas ke arah mana tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan pandangan hidup (filsafata hidup). Dengan pandangan hidup inilah sesuatu bangsa akan memandang persoalan-persoalan yang dihadapinya dan menentukan arah serta cara bagaimana memecahkan persoalan-persoalan tadi. Tanpa memiliki pandangan hidup maka suatu bangsa akan merasa terombang-ambing dalam menghadapi persoalan-persoalan besar yang pasti akan timbul , baik persoalan- persoalan di dalam masyarakatnya sendiri, maupun persoalan besar umat manusia dalam pergaulan masyarakat bangsa-bangsa didunia ini. B. Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia Pancasila yang dikukuhkan dalam sidang I dari BPPK pada tanggal 1 Juni 1945 adalah di kandung maksud untuk dijadikan dasar bagi negara Indonesia merdeka. Adapun dasar itu haruslah berupa suatu filsafat yang menyimpulkan kehidupan dan cita-cita bangsa dan negara Indonesa yang merdeka. Di atas dasar itulah akan didirikan gedung Republik Indonesia sebagai perwujudan kemerdekaan politik yang menuju kepada kemerdekaan ekonomi, sosial dan budaya. C. Pancasila Sebagai Jiwa Dan Kepribadian Bangsa Indonesia
- 6. Menurut Dewan Perancang Nasional, yang dimaksudkan dengan kepribadian Indonesia ialah : Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia, yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lainnya. Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia adalah pencerminan dari garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia sepanjang masa. 3. Bukti Falsafah Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Indonesia Mengenai perumusan dan tata urutan Pancasila yang tercantum dalam dokumen historis dan perundang-undangan negara tersebut di atas adalah agak berlainan tetapi inti dan fundamennya adalah tetap sama sebagai berikut : 1. Pancasila Sebagai Dasar Falsafat Negara Dalam Pidato Tanggal 1 Juni 1945 Oleh Ir. Soekarno Ir. Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 untuk pertamakalinya mengusulkan falsafah negara Indonesia dengan perumusan dan tata urutannya sebagai berikut : Kebangsaan Indonesia Internasional atau Prikemanusiaan Mufakat atau Demokrasi Kesejahteraan Sosial Ketuhanan 2. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Naskah Politik Yang Bersejarah (Piagam Jakarta Tanggal 22 Juni 1945) Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan (BPPK) yang Istilah Jepangnya Dokuritsu Jumbi Cosakai, telah membentuk beberapa panitia kerja yaitu : a) Panitia Perumus terdiri atas 9 orang tokoh, pada tanggal 22 Juni 1945, telah berhasil menyusun sebuah naskah politik yang sangat bersejarah dengan nama Piagam Jakarta, selanjutnya pada tanggal 18 Agustus 1945, naskah itulah yang ditetapkan sebagai naskah rancangan Pembukaan UUD 1945. b) Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Soekarno yang kemudian membentuk Panitia Kecil Perancang UUD yang diketuai oleh Prof. Mr. Dr. Soepomo, Panitia ini berhasil menyusun suatu rancangan UUD-RI. c) Panitia Ekonomi dan Keuangan yang diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta. d) Panitia Pembelaan Tanah Air, yang diketuai oleh Abikusno Tjokrosujoso. Untuk pertama kalinya falsafah Pancasila sebagai falsafah negara dicantumkan autentik tertulis di dalam alinea IV dengan perumusan dan tata urutan sebagai berikut : Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
- 7. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 3. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Pembukaan UUD 1945 Sesudah BPPK (Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan) merampungkan tugasnya dengan baik, maka dibubarkan dan pada tanggal 9 Agustus 1945, sebagai penggantinya dibentuk PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Pada tanggal 17 Agustus 1945, dikumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Ir. Soekarno di Pengangsaan Timur 56 Jakarta yang disaksikan oleh PPKI tersebut. Keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI mengadakan sidangnya yang pertama dengan mengambil keputusan penting : a) Mengesahkan dan menetapkan Pembukaan UUD 1945. b) Mengesahkan dan menetapkan UUD 1945. c) Memilih dan mengangkat ketua dan wakil ketua PPKI yaitu Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta, masing-masing sebagai Presiden RI dan Wakil Presiden RI. Tugas pekerjaan Presiden RI untuk sementara waktu dibantu oleh sebuah badan yaitu KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) dan pada tanggal 19 Agustus 1945 PPKI memutuskan, Pembagian wilayah Indonesia ke dalam 8 propinsi dan setiap propinsi dibagi dalam karesidenan-karesidenan. Juga menetapkan pembentukan Departemen-departemen Pemerintahan. Dalam Pembukaan UUD Proklamasi 1945 alinea IV yang disahkan oleh PPPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 itulah Pancasila dicantumkan secara resmi, autentik dan sah menurut hukum sebagai dasar falsafah negara RI, dengan perumusan dan tata urutan sebagai berikut : Kemanusiaan yang adil dan beradab. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 4. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Mukadimah Konstitusi RIS 1949 Bertempat di Kota Den Haag (Netherland / Belanda) mulai tanggal 23 Agustus sampai dengan tanggal 2 September 1949 diadakan KMB (Konferensi Meja Bundar). Adapun delegasi RI dipimpin oleh Drs. Mohammad Hatta, delegasi BFO (Bijeenkomstvoor Federale Overleg) dipimpin oleh Sutan Hamid Alkadrie dan delegasi Belanda dipimpin oleh Van Marseveen.
- 8. Sebagai tujuan diadakannya KMB itu ialah untuk menyelesaikan persengketaan antara Indonesia dengan Belanda secepatnya dengan cara yang adil dan pengakuan akan kedaulatan yang penuh, nyata dan tanpa syarat kepada RIS (Republik Indonesia Serikat). Salah satu hasil keputusan pokok dan penting dari KMB itu, ialah bahwa pihak Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya tanpa syarat dan tidak dapat dicabut kembali oleh Kerajaan Belanda dengan waktu selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949. Demikianlah pada tanggal 27 Desember 1949 di Amsterdam Belanda, Ratu Yuliana menandatangani Piagam Pengakuan Kedaulatan Negara RIS. Pada waktu yang sama dengan KMB di Kota Den Haag, di Kota Scheveningen (Netherland) disusun pula Konstitusi RIS yang mulai berlaku pada tanggal 27 Desember 1949. Walaupun bentuk negara Indonesia telah berubah dari negara Kesatuan RI menjadi negara serikat RIS dan Konstitusi RIS telah disusun di negeri Belanda jauh dari tanah air kita, namun demikian Pancasila tetap tercantum sebagai dasar falsafah negara di dalam Mukadimah pada alinea IV Konstitusi RIS 1949, dengan perumusan dan tata urutan sebagai berikut : Ketuhanan Yang Maha Esa. Prikemanusiaan. Kebangsaan. Kerakyatan. Keadilan Sosial. 5. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Mukadimah UUD Sementara RI (UUDS- RI 1950) Sejak Proklamasi Kemerdekaannya, bangsa Indonesia menghendaki bentuk negara kesatuan (unitarisme) oleh karena bentuk negara serikat (federalisme) tidaklah sesuai dengan cita-cita kebangsaan dan jiwa proklamasi. Demikianlah semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia tetap membara dan meluap, sebagai hasil gemblengan para pemimpin Indonesia sejak lahirnya Budi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908, kemudian dikristalisasikan dengan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa. Oleh karena itu pengakuan kedaulatan negara RIS menimbulkan pergolakan- pergolakan di negara-negara bagian RIS untuk bersatu dalam bentuk negara kesatuan RI sesuai dengan Proklamasi Kemerdekaan RI. Sesuai konstitusi, negara federal RIS terdiri atas 16 negara bagian. Akibat pergolakan yang semakin gencar menuntut bergabung kembali pada negara kesatuan Indonesia, maka sampai pada tanggal 5 April 1950 negara federasi RIS, tinggal 3 (tiga) negara lagi yaitu : 1. RI Yogyakarta. 2. Negara Sumatera Timur (NST).
- 9. 3. Negara Indonesia Timur (NIT). Negara federasi RIS tidak sampai setahun usianya, oleh karena terhitung mulai tanggal 17 Agustus 1950 Presiden Soekarno menyampaikan Naskah Piagam, pernyataan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berarti pembubaran Negara Federal RIS (Republik Indonesia Serikat). Pada saat itu pula panitia yang diketuai oleh Prof. Mr. Dr. Soepomo mengubah konstitusi RIS 1949 (196 Pasal) menjadi UUD RIS 1950 (147 Pasal). Perubahan bentuk negara dan konstitusi RIS tidak mempengaruhi dasar falsafah Pancasila, sehingga tetap tercantum dalam Mukadimah UUDS-RI 1950, alinea IV dengan perumusan dan tata urutan yang sama dalam Mukadimah Konstitusi RIS yaitu : a) Ketuhanan Yang Maha Esa. b) Prikemanusiaan. c) Kebangsaan. d) Kerakyatan. e) Keadilan Sosial. 6. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Pembukaan UUD 1945 Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Umum untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante yang akan menyusun UUD baru. Pada akhir tahun 1955 diadakan pemilihan umum pertama di Indonesia dan Konstituante yang dibentuk mulai bersidang pada tanggal 10 November 1956. Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan selanjutnya. Konstituante gagal membentuk suatu UUD yang baru sebagai pengganti UUDS 1950. Dengan kegagalan konstituante tersebut, maka pada tanggal 5 Juli 1950 Presiden RI mengeluarkan sebuah Dekrit yang pada pokoknya berisi pernyatan : a) Pembubaran Konstuante. b) Berlakunya kembali UUD 1945. c) Tidak berlakunya lagi UUDS 1950. d) Akan dibentuknya dalam waktu singkat MPRS dan DPAS. Dengan berlakunya kembali UUD 1945, secara yuridis, Pancasila tetap menjadi dasar falsafah negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV dengan perumusan dan tata urutan seperti berikut : a. Ketuhanan Yang Maha Esa. b. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
- 10. c. Persatuan Indonesia d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau perwakilan. e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia Dengan instruksi Presiden Republik Indonesia No. 12 Tahun 1968, tertanggal 13 April 1968, perihal : Penegasan tata urutan/rumusan Pancasila yang resmi, yang harus digunakan baik dalam penulisan, pembacaan maupun pengucapan sehari-hari. Instruksi ini ditujukan kepada : Semua Menteri Negara dan Pimpinan Lembaga / Badan Pemerintah lainnya. Tujuan dari pada Instruksi ini adalah sebagai penegasan dari suatu keadaan yang telah berlaku menurut hukum, oleh karena sesuai dengan asas hukum positif (Ius Contitutum) UUD 1945 adalah konstitusi Indonesia yang berlaku sekarang. Dengan demikian secara yuridis formal perumusan Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 itulah yang harus digunakan, walaupun sebenarnya tidak ada Instruksi Presiden RI No. 12/1968 tersebut. Prof. A.G. Pringgodigdo, SH dalam bukunya “Sekitar Pancasila” peri-hal perumusan Pancasila dalam berbagai dokumentasi sejarah mengatakan bahwa uraian-uraian mengenai dasar-dasar negara yang menarik perhatian ialah yang diucapkan oleh : 1. Mr. Moh. Yamin pada tanggal 29 Mei 1945. 2. Prof. Mr. Dr. Soepomo pada tanggal 31 Mei 1945. 3. Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945. Walaupun ketiganya mengusulkan 5 hal pokok untuk sebagai dasar-dasar negara merdeka, tetapi baru Ir. Soekarno yang mengusulkan agar 5 dasar negara itu dinamakan Pancasila dan bukan Panca Darma. Jelaslah bahwa perumusan 5 dasar pokok itu oleh ketiga tokoh tersebut dalam redaksi kata- katanya berbeda tetapi inti pokok-pokoknya adalah sama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Prikemanusiaan atau internasionalisme, Kebangsaan Indonesia atau persatuan Indonesia, Kerakyatan atau Demokrasi dan Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ir. Soekarno dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945 menegaskan : Maksud Pancasila adalah philosophschegrondslag itulah fundament falsafah, pikiran yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung “Indonesia Merdeka Yang Kekal dan Abadi”. Prof. Mr. Drs. Notonagoro dalam pidato Dies Natalis Universitas Airlangga Surabaya pada tanggal 10 November 1955 menegaskan : “Susunan Pancasila itu adalah suatu kebulatan yang bersifat hierrarchies dan piramidal yang mengakibatkan adanya hubungan organis di antara 5 sila negara kita”. Prof. Mr. Muhammad Yamin dalam bukunya “Proklamasi dan Konstitusi” (1951) berpendapat : “Pancasila itu sebagai benda rohani yang tetap dan tidak berubah sejak Piagam Jakarta sampai pada hari ini”.
- 11. Kemudian pernyataan dan pendapat Prof. Mr. Drs. Notonagoro dan Prof. Mr. Muhamamd Yamin tersebut diterima dan dikukuhkan oleh MPRS dalam Ketetapan No. XX/MPRS/1960 jo Ketetapan No. V/MPR/1973.
- 12. BAB III ANALISIS PERMASALAHAN 3.1 Landasan Filosofis Pancasila 3.1.1 Pengertian Filsafat Secara etimologis istilah ”filsafat“ atau dalam bahasa Inggrisnya “philosophi” adalah berasal dari bahsa Yunani “philosophia” yang secara lazim diterjemahkan sebagai “cinta kearifan” kata philosophia tersebut berakar pada kata “philos” (pilia, cinta) dan “sophia” (kearifan). Berdasarkan pengertian bahasa tersebut filsafat berarti cinta kearifan. Kata kearifan bisa juga berarti “wisdom” atau kebijaksanaan sehingga filsafat bisa juga berarti cinta kebijaksanaan. Berdasarkan makna kata tersebut maka mempelajari filsafat berarti merupakan upaya manusia untuk mencari kebijaksanaan hidup yang nantinya bisa menjadi konsep kebijakan hidup yang bermanfaat bagi peradaban manusia. Seorang ahli pikir disebut filosof, kata ini mula-mula dipakai oleh Herakleitos. Pengetahuan bijaksana memberikan kebenaran, orang, yang mencintai pengetahuan bijaksana, karena itu yang mencarinya adalah oreang yang mencintai kebenaran. Tentang mencintai kebenaran adalah karakteristik dari setiap filosof dari dahulu sampai sekarang. Di dalam mencari kebijaksanaan itu, filosof mempergunakan cara dengan berpikir sedalam- dalamnya (merenung). Hasil filsafat (berpikir sedalam-dalamnya) disebut filsafat atau falsafah. Filsafat sebagai hasil berpikir sedalam-dalamnya diharapkan merupakan suatu yang paling bijaksana atau setidak-tidaknya mendekati kesempurnaan. Beberapa tokoh-tokoh filsafat menjelaskan pengertian filsafat adalah sebagai berikut: • Socrates (469-399 s.M.) Filsafat adalah suatu bentuk peninjauan diri yang bersifat reflektif atau berupa perenungan terhadap azas-azas dari kehidupan yang adil dan bahgia. Berdasarkan pemikiran tersebut dapat dikembangkan bahwa manusia akan menemukan kebahagiaan dan keadilan jika mereka mampu dan mau melakukan peninajauan diri atau refleksi diri sehingga muncul koreksi terhadap diri secara obyektif • Plato (472 – 347 s. M.) Dalam karya tulisnya “Republik” Plato menegaskan bahwa para filsuf adalah pencinta pandangan tentang kebenaran (vision of truth). Dalam pencarian dan menangkap pengetahuan mengenai ide yang abadi dan tak berubah. Dalam konsepsi Plato filsafat merupakan pencarian yang bersifat spekulatif atau perekaan terhadap pandangan tentang seluruh kebenaran. Filsafat Plato ini kemudan digolongkan sebagai filsafat spekulatif.
- 13. 3.1.2 Pengertian Pancasila Kata Pancasila berasal dari kata Sansakerta (Agama Buddha) yaitu untuk mencapai Nirwana diperlukan 5 Dasar/Ajaran, yaitu 4. Jangan mencabut nyawa makhluk hidup/Dilarang membunuh. 5. Jangan mengambil barang orang lain/Dilarang mencuri 6. Jangan berhubungan kelamin/Dilarang berjinah 7. Jangan berkata palsu/Dilarang berbohong/berdusta. 8. Jangan mjnum yang menghilangkan pikiran/Dilarang minuman keras. Diadaptasi oleh orang jawa menjadi 5 M = Madat/Mabok, Maling/Nyuri, Madon/Awewe, Maen/Judi, Mateni/Bunuh. Pengertian Pancasila Secara Etimologis Perkataan Pancasil mula-mula terdapat dalam perpustakaan Buddha yaitu dalam Kitab Tripitaka dimana dalam ajaran buddha tersebut terdapat suatu ajaran moral untuk mencapai nirwana/surga melalui Pancasila yang isinya 5 J [idem]. Pengertian secara Historis · Pada tanggal 01 Juni 1945 Ir. Soekarno berpidato tanpa teks mengenai rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara · Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, kemudian keesokan harinya 18 Agustus 1945 disahkanlah UUD 1945 termasuk Pembukaannya dimana didalamnya terdapat rumusan 5 Prinsip sebagai Dasar Negara yang duberi nama Pancasila. Sejak saat itulah Pancasila menjadi Bahasa Indonesia yang umum. Jadi walaupun pada Alinea 4 Pembukaan UUD 45 tidak termuat istilah Pancasila namun yang dimaksud dasar Negara RI adalah disebut istilah Pancasila hal ini didaarkan interprestasi (penjabaran) historis terutama dalam rangka pembentukan Rumusan Dasar Negara. Pengertian Pancasila Secara Termitologis Proklamasi 17 Agustus 1945 telah melahirkan Negara RI untuk melengkapai alat2 Perlengkapan Negara PPKI mengadakan sidang pada tanggal 18 Agustus 1945 dan berhasil mengesahkan UUD 45 dimana didalam bagian Pembukaan yang terdiri dari 4 Alinea didalamnya tercantum rumusan Pancasila. Rumusan Pancasila tersebut secara Konstitusional sah dan benar sebagai dasar negara RI yang disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh Rakyat Indonesia Pancasila Berbentuk: 1. Hirarkis (berjenjang); 2. Piramid. A. Pancasila menurut Mr. Moh Yamin adalah yang disampaikan di dalam sidang BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945 isinya sebagai berikut: 1. Prikebangsaan;
- 14. 2. Prikemanusiaan; 3. Priketuhanan; 4. Prikerakyatan; 5. Kesejahteraan Rakyat B. Pancasila menurut Ir. Soekarno yang disampaikan pada tangal 1 Juni 1945 di depan sidang BPUPKI, sebagai berikut: 1. Nasionalisme/Kebangsaan Indonesia; 2. Internasionalisme/Prikemanusiaan; 3. Mufakat/Demokrasi; 4. Kesejahteraan Sosial; 5. Ketuhanan yang berkebudayaan; Presiden Soekarno mengusulkan ke-5 Sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila yaitu: 1. Sosio Nasional : Nasionalisme dan Internasionalisme; 2. Sosio Demokrasi : Demokrasi dengan kesejahteraan rakyat; 3. Ketuhanan YME. Dan masih menurut Ir. Soekarno Trisila masih dapat diperas lagi menjadi Ekasila atau Satusila yang intinya adalah Gotong Royong. C. Pancasila menurut Piagam Jakarta yang disahkan pada tanggal 22 Juni 1945 rumusannya sebagai berikut: 1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya; 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab; 3. Persatuan Indonesia; 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan perwakilan; 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia; Kesimpulan dari bermacam-macam pengertian pancasila tersebut yang sah dan benar secara Konstitusional adalah pancasila yang tercantum dalam Pembukaan Uud 45, hal ini diperkuat dengan adanya ketetapan MPRS NO.XXI/MPRS/1966 dan Inpres No. 12 tanggal 13 April 1968 yang menegaskan bahwa pengucapan, penulisan dan Rumusan Pancasila Dasar Negara RI yang sah dan benar adalah sebagai mana yang tercantum dalam Pembukaan Uud 1945. 3.1.3 Pengertian Filsafat Pancasila Pancasila dikenal sebagai filosofi Indonesia. Kenyataannya definisi filsafat dalam filsafat Pancasila telah diubah dan diinterpretasi berbeda oleh beberapa filsuf Indonesia. Pancasila dijadikan wacana sejak 1945. Filsafat Pancasila senantiasa diperbarui sesuai dengan “permintaan” rezim yang berkuasa, sehingga Pancasila berbeda dari waktu ke waktu. Filsafat Pancasila Asli
- 15. Pancasila merupakan konsep adaptif filsafat Barat. Hal ini merujuk pidato Sukarno di BPUPKI dan banyak pendiri bangsa merupakan alumni Universitas di Eropa, di mana filsafat barat merupakan salah satu materi kuliah mereka. Pancasila terinspirasi konsep humanisme, rasionalisme, universalisme, sosiodemokrasi, sosialisme Jerman, demokrasi parlementer, dan nasionalisme. Filsafat Pancasila versi Soekarno Filsafat Pancasila kemudian dikembangkan oleh Sukarno sejak 1955 sampai berakhirnya kekuasaannya (1965). Pada saat itu Sukarno selalu menyatakan bahwa Pancasila merupakan filsafat asli Indonesia yang diambil dari budaya dan tradisi Indonesia dan akulturasi budaya India (Hindu-Budha), Barat (Kristen), dan Arab (Islam). Menurut Sukarno “Ketuhanan” adalah asli berasal dari Indonesia, “Keadilan Soasial” terinspirasi dari konsep Ratu Adil. Sukarno tidak pernah menyinggung atau mempropagandakan “Persatuan”. Filsafat Pancasila versi Soeharto Oleh Suharto filsafat Pancasila mengalami Indonesiasi. Melalui filsuf-filsuf yang disponsori Depdikbud, semua elemen Barat disingkirkan dan diganti interpretasinya dalam budaya Indonesia, sehingga menghasilkan “Pancasila truly Indonesia”. Semua sila dalam Pancasila adalah asli Indonesia dan Pancasila dijabarkan menjadi lebih rinci (butir-butir Pancasila). Filsuf Indonesia yang bekerja dan mempromosikan bahwa filsafat Pancasila adalah truly Indonesia antara lain Sunoto, R. Parmono, Gerson W. Bawengan, Wasito Poespoprodjo, Burhanuddin Salam, Bambang Daroeso, Paulus Wahana, Azhary, Suhadi, Kaelan, Moertono, Soerjanto Poespowardojo, dan Moerdiono. Berdasarkan penjelasan diatas maka pengertian filsafat Pancasila secara umum adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia. Kalau dibedakan anatara filsafat yang religius dan non religius, maka filsafat Pancasila tergolong filsafat yang religius. Ini berarti bahwa filsafat Pancasila dalam hal kebijaksanaan dan kebenaran mengenal adanya kebenaran mutlak yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa (kebenaran religius) dan sekaligus mengakui keterbatasan kemampuan manusia, termasuk kemampuan berpikirnya. Dan kalau dibedakan filsafat dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti praktis, filsafast Pancasila digolongkandalam arti praktis. Ini berarti bahwa filsafat Pancasila di dalam mengadakan pemikiran yang sedalam-dalamnya, tidak hanya bertujuan mencari kebenaran dan kebijaksanaan, tidak sekedar untukmemenuhi hasrat ingin tahu dari manusia yang tidak habis-habisnya, tetapi juga dan terutama hasil pemikiran yang berwujud filsafat Pancasila tersebut dipergunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari (pandangan hidup, filsafat hidup, way of the life, Weltanschaung dan sebgainya); agar hidupnya dapat mencapai kebahagiaan lahir dan batin, baik di dunia maupun di akhirat. Selanjutnya filsafat Pancasila mengukur adanya kebenran yang bermacam- macam dan bertingkat-tingkat sebgai berikut:
- 16. a) Kebenaran indra (pengetahuan biasa); b) Kebenaran ilmiah (ilmu-ilmu pengetahuan); c) Kebenaran filosofis (filsafat); d) Kebenaran religius (religi). Untuk lebih meyakinkan bahwa Pancasila itu adalah ajaran filsafat, sebaiknya kita kutip ceramah Mr.Moh Yamin pada Seminar Pancasila di Yogyakarta tahun 1959 yang berjudul “Tinjauan Pancasila Terhadap Revolusi Fungsional”, yang isinya anatara lain sebagai berikut: Tinjauan Pancasila adalah tersusun secara harmonis dalam suatu sistem filsafat. Marilah kita peringatkan secara ringkas bahwa ajaran Pancasila itu dapat kita tinjau menurut ahli filsafat ulung, yaitu Friedrich Hegel (1770-1831) bapak dari filsafat Evolusi Kebendaan seperti diajarkan oleh Karl Marx (1818-1883) dan menurut tinjauan Evolusi Kehewanan menurut Darwin Haeckel, serta juga bersangkut paut dengan filsafat kerohanian seperti diajarkan oleh Immanuel Kant (1724-1804). Menurut Hegel hakikat filsafatnya ialah suatu sintese pikiran yang lahir dari antitese pikiran. Dari pertentangan pikiran lahirlah paduan pendapat yang harmonis. Dan ini adalah tepat. Begitu pula denga ajaran Pancasila suatu sintese negara yang lahir dari antitese. Saya tidak mau menyulap. Ingatlah kalimat pertama dan Mukadimah UUD Republik Indonesia 1945 yang disadurkan tadi dengan bunyi: Bahwa sesungguhanya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa. Oleh sebab itu penjajahan harus dihapusakan karena bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Kalimat pertama ini adalah sintese yaitu antara penjajahan dan perikemanusiaan dan perikeadilan. Pada saat sintese sudah hilang, maka lahirlah kemerdekaan. Dan kemerdekaan itu kita susun menurut ajaran falsafah Pancasila yang disebutkan dengan terang dalam Mukadimah Konstitusi R.I. 1950 itu yang berbunyi: Maka dengan ini kami menyusun kemerdekaan kami itu, dalam suatu Piagam Negara yang berbentuk Republik Kesatuan berdasarkan ajaran Pancasila. Di sini disebut sila yang lima untukmewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan dan perdamaian dunia dan kemerdekaan. Kalimat ini jelas kalimat antitese. Sintese kemerdekaan dengan ajaran Pancasila dan tujuan kejayaan bangsa yang bernama kebahagiaan dan kesejajteraan rakyat. Tidakah ini dengan jelas dan nyata suatu sintese pikiran atas dasar antitese pendapat? Jadi sejajar denga tujuan pikiran Hegel beralasanlah pendapat bahwa ajaran Pancasila itu adalah suatu sistem filosofi, sesuai dengan dialektis Neo-Hegelian. Semua sila itu adalah susunan dalam suatu perumahan pikiran filsafat yang harmonis. Pancasila sebagai hasil penggalian Bung Karno adalah sesuai pula dengan pemandangan tinjauan hidup Neo-Hegelian. 3.2 Fungsi Utama Filsafat Pancasila Bagi Bangsa Dan Negara Indonesia 3.2.1 Filasafat Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
- 17. Setiapa bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas ke arah mana tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan pandangan hidup (filsafata hidup). Dengan pandangan hidup inilah sesuatu bangsa akan memandang persoalan-persoalan yang dihadapinya dan menentukan arah serta cara bagaimana memecahkan persoalan-persoalan tadi. Tanpa memiliki pandangan hidup maka suatu bangsa akan merasa terombang-ambing dalam menghadapi persoalan-persoalan besar yang pasti akan timbul, baik persoalan- persoalan di dalam masyarakatnya sendiri, maupun persoalan-persoalan besar umat manusia dalam pergaulan masyarakat bangsa-bangsa di dunia ini. Dengan pandangan hidup yang jelas sesuatu bangsa akan memiliki pegangan dan pedoman bagaimana ia memecahkan masalah- masalah polotik, ekonomi, sosial dan budaya yang timbul dalam gerak masyarakat yang makin maju. Dengan berpedoman pada pandangan hidup itu pula suatu bangsa akan membangun dirinya. Dalam pergaulan hidup itu terkandung konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan oleh suatu bangsa, terkandung pikiran-pikiran yang terdalam dan gagasan sesuatu bangsa mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik. Pada akhirnyta pandangan hidup sesuatu bangsa adalah kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki suatu bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkannya. Kita merasa bersyukur bahwa pendahulu-pendahulu kita, pendiri-pendiri Republik ini dat memuaskan secara jelas apa sesungguhnya pandangan hidup bangsa kita yang kemudian kita namakan Pancasila. Seperti yang ditujukan dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1979, maka Pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar negara kita. Disamping itu maka bagi kita Pancasila sekaligus menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia. Pancasila bagi kita merupakan pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita moral yang meliputi kejiwaan dan watak yang sudah beurat/berakar di dalam kebudayaan bangsa Indonesia. Ialah suatu kebudayaan yang mengajarkan bahwa hidup manusia ini akan mencapai kebahagiaan jika kita dapat baik dalam hidup manusia sebagai manusia dengan alam dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun dalam mengejar kemajuan lahiriyah dan kebahagiaan rohaniah. Bangsa Indonesia lahir sesudah melampaui perjuangan yang sangat panjang, dengan memberikan segala pengorbanan dan menahan segala macam penderitaan. Bangsa Indonesia lahir menurut cara dan jalan yang ditempuhnya sendiri yang merupakan hasil antara proses sejarah di masa lampau, tantangan perjuangan dan cita-cita hidup di masa datang yang secara keseluruhan membentuk kepribadian sendiri. Sebab itu bnagsa Indonesia lahir dengan kepribadiannya sendiri yang bersamaan lahirnya bangsa dan negara itu, kepribadian itu ditetapkan sebagai pandangan hidup dan dasar negara Pancasila. Karena itulah, Pancasila bukan lahir secara mendadak pada tahun 1945, melainkan telah berjuang, denga melihat pengalaman bangsa-bangsa lain, dengan diilhami dengan oleh gagasan-gagasan besar dunia., dengan tetap berakar pada kepribadian bangsa kita dan gagasan besar bangsa kita sendiri. Karena Pancasila sudah merupakan pandangan hidup yang berakar dalam kepribadian bangsa, maka ia diterima sebagai dasar negara yang mengatur hidup ketatanegaraan. Hal ini tampak dalam sejarah bahwa meskipun dituangkan dalam rumusan yang agak berbeda, namun dalam 3 buah UUD yang pernah kita miliki yaitu dalam
- 18. pembukaan UUD 1945, dalam Mukadimah UUD Sementara Republik Indonesia 1950. Pancasila itu tetap tercantum didalamnya, Pancasila yang lalu dikukuhkan dalam kehidupan konstitusional itu, Pancasila yang selalu menjadi pegangan bersama saat-saat terjadi krisis nasional dan ancaman terhadap eksistensi bangsa kita, merupakan bukti sejarah sebagai dasar kerohanian negar, dikehendaki oleh bangsa Indonesia karena sebenarnya ia telah tertanam dalam kalbunya rakyat. Oleh karena itu, ia juga merupakan dasasr yang mamapu mempersatukan seluruh rakyat Indonesia. 3.2.2 Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia Pancasila yang dikukuhkan dalam sidang I dari BPPK pada tanggal 1 Juni 1945 adalah di kandung maksud untuk dijadikan dasar bagi negara Indonesia merdeka. Adapun dasar itu haruslah berupa suatu filsafat yang menyimpulkan kehidupan dan cita-cita bangsa dan negara Indonesa yang merdeka. Di atas dasar itulah akan didirikan gedung Republik Indonesia sebagai perwujudan kemerdekaan politik yang menuju kepada kemerdekaan ekonomi, sosial dan budaya. Sidang BPPK telah menerima secara bulat Pancasila itu sebagai dasar negara Indonesia merdeka. Dalam keputusan sidang PPKI kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila tercantum secara resmi dalam Pembukaan UUD RI, Undang-Undang Dasar yang menjadi sumber ketatanegaraan harus mengandung unsur-unsur pokok yang kuat yang menjadi landasan hidup bagi seluruh bangsa dan negara, agar peraturan dasar itu tahan uji sepanjang masa. Peraturan selanjutnya yang disusun untuk mengatasi dan menyalurkan persoalan- persoalan yang timbul sehubungan dengan penyelenggaraan dan perkembangan negara harus didasarkan atas dan berpedoman pada UUD. Peraturan-peraturan yang bersumber pada UUD itu disebut peraturan-peraturan organik yang menjadi pelaksanaan dari UUD. Oleh karena Pancasila tercantum dalam UUD 1945 dan bahkan menjiwai seluruh isi peraturan dasar tersebut yang berfungsi sebagai dasar negara sebagaimana jelas tercantum dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tersebut, maka semua peraturan perundang-undangan Republik Indonesia (Ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan peraturan- peraturan pelaksanaan lainnya) yang dikeluarkan oleh negara dan pemerintah Republik Indonesia haruslah pula sejiwa dan sejalan dengan Pancasila (dijiwai oleh dasar negara Pancasila). Isi dan tujuan dari peraturan perundang-undangan Republik Indonesia tidak boleh menyimpang dari jiwa Pancasila. Bahkan dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 ditegaskan, bahwa Pancasila itu adalah sumber dari segala sumber huum (sumber huum formal, undang-undang, kebiasaan, traktaat, jurisprudensi, hakim, ilmu pengetahuan hukum). Di sinilah tampak titik persamaan dan tujuan antara jalan yang ditempuh oleh masyarakat dan penyusun peraturan-peraturan oleh negara dan pemerintah Indonesia. Adalah suatu hal yang membanggakan bahwa Indonesia berdiri di atas fundamen yang kuat, dasar yang kokoh, yakni Pancasila dasar yang kuat itu bukanlah meniru suatu model yang didatangkan dari luar negeri.
- 19. Dasar negara kita berakar pada sifat-sifat dan cita-cita hidup bangsa Indonesia, Pancasila adalah penjelmaan dari kepribadian bangsa Indonesia, yang hidup di tanah air kita sejak dahulu hingga sekarang. Pancasila mengandung unsur-unsur yang luhur yang tidak hanya memuaskan bangsa Indonesia sebagai dasar negara, tetapi juga dapat diterima oleh bangsa-bangsa lain sebagai dasar hidupnya. Pancasila bersifat universal dan akan mempengaruhi hidup dan kehidupan banga dan negara kesatuan Republik Indonesia secara kekal dan abadi. 3.2.3 Pancasila Sebagai Jiwa Dan Kepribadian Bangsa Indonesia Menurut Dewan Perancang Nasional, yang dimaksudkan dengan kepribadian Indonesia ialah : Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia, yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lainnya. Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia adalah pencerminan dari garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia sepanjang masa. Garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia yang ditentukan oleh kehidupan budi bangsa Indonesia dan dipengaruhi oleh tempat, lingkungan dan suasana waktu sepanjang masa. Walaupun bangsa Indonesia sejak dahulu kala bergaul dengan berbagai peradaban kebudayaan bangsa lain (Hindu, Tiongkok, Portugis, Spanyol, Belanda dan lain-lain) namun kepribadian bangsa Indonesia tetap hidup dan berkembang. Mungkin di sana-sini, misalnya di daerah-daerah tertentu atau masyarakat kota kepribadian itu dapat dipengaruhi oleh unsur-unsur asing, namun pada dasarnya bangsa Indonesia tetap hidup dalam kepribadiannya sendiri. Bangsa Indonesia secara jelas dapat dibedakan dari bangsa- bangsa lain. Apabila kita memperhatikan tiap sila dari Pancasila, maka akan tampak dengan jelas bahwa tiap sila Pancasila itu adalah pencerminan dari bangsa kita. Demikianlah, maka Pancasila yang kita gali dari bumi Indonsia sendiri merupakan : a. Dasar negara kita, Republik Indonesia, yang merupakan sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di negara kita. b. Pandangan hidup bangsa Indonesia yang dapat mempersatukan kita serta memberi petunjuk dalam masyarakat kita yang beraneka ragam sifatnya. c. Jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, karena Pancasila memberikan corak yang khas kepada bangsa Indonesia dan tak dapat dipisahkan dari bangsa Indonesia, serta merupakan ciri khas yang dapat membedakan bangsa Indonesia dari bangsa yang lain. Terdapat kemungkinan bahwa tiap-tiap sila secara terlepas dari yang lain bersifat universal, yang juga dimiliki oleh bangsa-bangsa lain di dunia ini, akan tetapi kelima sila yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan itulah yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia. d. Tujuan yang akan dicapai oleh bangsa Indonesia, yakni suatu masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.
- 20. e. Perjanjian luhur rakyat Indonesia yang disetujui oleh wakil-wakil rakyat Indonesia menjelang dan sesudah Proklamasi Kemerdekaan yang kita junjung tinggi, bukan sekedar karena ia ditemukan kembali dari kandungan kepribadian dan cita-cita bangsa Indonesia yang terpendam sejak berabad- abad yang lalu, melainkan karena Pancasila itu telah mampu membuktikan kebenarannya setelah diuji oleh sejarah perjuangan bangsa. Oleh karena itu yang penting adalah bagaimana kita memahami, menghayati dan mengamalkan Pancasila dalam segala segi kehidupan. Tanpa ini maka Pancasila hanya akan merupakan rangkaian kata-kata indah yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945, yang merupakan perumusan yang beku dan mati, serta tidak mempunyai arti bagi kehidupan bangsa kita. Apabila Pancasila tidak menyentuh kehidupan nyata, tidak kita rasakan wujudnya dalam kehidupan sehari-hari, maka lambat laun kehidupannya akan kabur dan kesetiaan kita kepada Pancasila akan luntur. Mungkin Pancasila akan hanya tertinggal dalam buku-buku sejarah Indonesia. Apabila ini terjadi maka segala dosa dan noda akan melekat pada kita yang hidup di masa kini, pada generasi yang telah begitu banyak berkorban untuk menegakkan dan membela Pancasila. Akhirnya perlu juga ditegaskan, bahwa apabila dibicarakan mengenai Pancasila, maka yang kita maksud adalah Pancasila yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu : 9. Ketuhanan Yang Maha Esa. 10. Kemanusiaan yang adil dan beradab. 11. Persatuan Indonesia. 12. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawratan / perwakilan. 13. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 itulah yang kita gunakan, sebab rumusan yang demikian itulah yang ditetapkan oleh wakil-wakil bangsa Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Seperti yang telah ditunjukkan oleh Ketetapan MPR No. XI/MPR/1978, Pancasila itu merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh dari kelima silanya. Dikatakan sebagai kesatuan yang bulat dan utuh, karena masing-masing sila dari Pancasila itu tidak dapat dipahami dan diberi arti secara sendiri-sendiri, terpisah dari keseluruhan sila-sila lainnya. Memahami atau memberi arti setiap sila-sila secara terpisah dari sila-sila lainnya akan mendatangkan pengertian yang keliru tentang Pancasila. 3.3 Falsafah Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Indonesia Falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia, dapatlah kita temukan dalam beberapa dokumen historis dan di dalam perundang-undangan negara Indonesia seperti di bawah ini :
- 21. a) Dalam Pidato Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945. b) Dalam Naskah Politik yang bersejarah, tanggal 22 Juni 1945 alinea IV yang kemudian dijadikan naskah rancangan Pembukaan UUD 1945 (terkenal dengan sebutan Piagam Jakarta). c) Dalam naskah Pembukaan UUD Proklamasi 1945, alinea IV. d) Dalam Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) tanggal 27 Desember 1945, alinea IV. e) Dalam Mukadimah UUD Sementara Republik Indonesia (UUDS RI) tanggal 17 Agustus 1950. f) Dalam Pembukaan UUD 1945, alinea IV setelah Dekrit Presiden RI tanggal 5 Juli 1959. Mengenai perumusan dan tata urutan Pancasila yang tercantum dalam dokumen historis dan perundang-undangan negara tersebut di atas adalah agak berlainan tetapi inti dan fundamennya adalah tetap sama sebagai berikut : 1. Pancasila Sebagai Dasar Falsafat Negara Dalam Pidato Tanggal 1 Juni 1945 Oleh Ir. Soekarno Ir. Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 untuk pertamakalinya mengusulkan falsafah negara Indonesia dengan perumusan dan tata urutannya sebagai berikut : Kebangsaan Indonesia. Internasionalisme atau Prikemanusiaan. Mufakat atau Demokrasi. Kesejahteraan sosial. Ketuhanan. 2. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Naskah Politik Yang Bersejarah (Piagam Jakarta Tanggal 22 Juni 1945) Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan (BPPK) yang Istilah Jepangnya Dokuritsu Jumbi Cosakai, telah membentuk beberapa panitia kerja yaitu : a. Panitia Perumus terdiri atas 9 orang tokoh, pada tanggal 22 Juni 1945, telah berhasil menyusun sebuah naskah politik yang sangat bersejarah dengan nama Piagam Jakarta, selanjutnya pada tanggal 18 Agustus 1945, naskah itulah yang ditetapkan sebagai naskah rancangan Pembukaan UUD 1945. b. Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Soekarno yang kemudian membentuk Panitia Kecil Perancang UUD yang diketuai oleh Prof. Mr. Dr. Soepomo, Panitia ini berhasil menyusun suatu rancangan UUD-RI. c. Panitia Ekonomi dan Keuangan yang diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta. d. Panitia Pembelaan Tanah Air, yang diketuai oleh Abikusno Tjokrosujoso. Untuk pertama kalinya falsafah Pancasila sebagai falsafah negara dicantumkan autentik tertulis di dalam alinea IV dengan perumusan dan tata urutan sebagai berikut : Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk- pemeluknya.
- 22. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 3. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Pembukaan UUD 1945 Sesudah BPPK (Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan) merampungkan tugasnya dengan baik, maka dibubarkan dan pada tanggal 9 Agustus 1945, sebagai penggantinya dibentuk PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Pada tanggal 17 Agustus 1945, dikumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Ir. Soekarno di Pengangsaan Timur 56 Jakarta yang disaksikan oleh PPKI tersebut. Keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI mengadakan sidangnya yang pertama dengan mengambil keputusan penting : a. Mensahkan dan menetapkan Pembukaan UUD 1945. b. Mensahkan dan menetapkan UUD 1945. c. Memilih dan mengangkat Ketua dan Wakil Ketua PPKI yaitu Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta, masing-masing sebagai Presiden RI dan Wakil Presiden RI. Tugas pekerjaan Presiden RI untuk sementara waktu dibantu oleh sebuah badan yaitu KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) dan pada tanggal 19 Agustus 1945 PPKI memutuskan, Pembagian wilayah Indonesia ke dalam 8 propinsi dan setiap propinsi dibagi dalam karesidenan-karesidenan. Juga menetapkan pembentukan Departemen-departemen Pemerintahan. Dalam Pembukaan UUD Proklamasi 1945 alinea IV yang disahkan oleh PPPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 itulah Pancasila dicantumkan secara resmi, autentik dan sah menurut hukum sebagai dasar falsafah negara RI, dengan perumusan dan tata urutan sebagai berikut : Kemanusiaan yang adil dan beradab. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 4. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Mukadimah Konstitusi RIS 1949 Bertempat di Kota Den Haag (Netherland / Belanda) mulai tanggal 23 Agustus sampai dengan tanggal 2 September 1949 diadakan KMB (Konferensi Meja Bundar). Adapun delegasi RI dipimpin oleh Drs. Mohammad Hatta, delegasi BFO
- 23. (Bijeenkomstvoor Federale Overleg) dipimpin oleh Sutan Hamid Alkadrie dan delegasi Belanda dipimpin oleh Van Marseveen. Sebagai tujuan diadakannya KMB itu ialah untuk menyelesaikan persengketaan antara Indonesia dengan Belanda secepatnya dengan cara yang adil dan pengakuan akan kedaulatan yang penuh, nyata dan tanpa syarat kepada RIS (Republik Indonesia Serikat). Salah satu hasil keputusan pokok dan penting dari KMB itu, ialah bahwa pihak Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya tanpa syarat dan tidak dapat dicabut kembali oleh Kerajaan Belanda dengan waktu selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949. Demikianlah pada tanggal 27 Desember 1949 di Amsterdam Belanda, Ratu Yuliana menandatangani Piagam Pengakuan Kedaulatan Negara RIS. Pada waktu yang sama dengan KMB di Kota Den Haag, di Kota Scheveningen (Netherland) disusun pula Konstitusi RIS yang mulai berlaku pada tanggal 27 Desember 1949. Walaupun bentuk negara Indonesia telah berubah dari negara Kesatuan RI menjadi negara serikat RIS dan Konstitusi RIS telah disusun di negeri Belanda jauh dari tanah air kita, namun demikian Pancasila tetap tercantum sebagai dasar falsafah negara di dalam Mukadimah pada alinea IV Konstitusi RIS 1949, dengan perumusan dan tata urutan sebagai berikut : Ketuhanan Yang Maha Esa. Prikemanusiaan. Kebangsaan. Kerakyatan. Keadilan Sosial. 5. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Mukadimah UUD Sementara RI (UUDS-RI 1950) Sejak Proklamasi Kemerdekaannya, bangsa Indonesia menghendaki bentuk negara kesatuan (unitarisme) oleh karena bentuk negara serikat (federalisme) tidaklah sesuai dengan cita-cita kebangsaan dan jiwa proklamasi. Demikianlah semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia tetap membara dan meluap, sebagai hasil gemblengan para pemimpin Indonesia sejak lahirnya Budi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908, kemudian dikristalisasikan dengan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa. Oleh karena itu pengakuan kedaulatan negara RIS menimbulkan pergolakan- pergolakan di negara-negara bagian RIS untuk bersatu dalam bentuk negara kesatuan RI sesuai dengan Proklamasi Kemerdekaan RI. Sesuai KOnstitusi, negara federal RIS terdiri atas 16 negara bagian. Akibat pergolakan yang semakin gencar menuntut bergabung kembali pada negara kesatuan
- 24. Indonesia, maka sampai pada tanggal 5 April 1950 negara federasi RIS, tinggal 3 (tiga) negara lagi yaitu : 1. RI Yogyakarta. 2. Negara Sumatera Timur (NST). 3. Negara Indonesia Timur (NIT). Negara federasi RIS tidak sampai setahun usianya, oleh karena terhitung mulai tanggal 17 Agustus 1950 Presiden Soekarno menyampaikan Naskah Piagam, pernyataan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berarti pembubaran Negara Federal RIS (Republik Indonesia Serikat). Pada saat itu pula panitia yang diketuai oleh Prof. Mr. Dr. Soepomo mengubah konstitusi RIS 1949 (196 Pasal) menjadi UUD RIS 1950 (147 Pasal). Perubahan bentuk negara dan konstitusi RIS tidak mempengaruhi dasar falsafah Pancasila, sehingga tetap tercantum dalam Mukadimah UUDS-RI 1950, alinea IV dengan perumusan dan tata urutan yang sama dalam Mukadimah Konstitusi RIS yaitu : Ketuhanan Yang Maha Esa. Prikemanusiaan. Kebangsaan. Kerakyatan. Keadilan Sosial. 6. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Pembukaan UUD 1945 Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Umum untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante yang akan menyusun UUD baru. Pada akhir tahun 1955 diadakan pemilihan umum pertama di Indonesia dan Konstituante yang dibentuk mulai bersidang pada tanggal 10 November 1956. Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan selanjutnya. Konstituante gagal membentuk suatu UUD yang baru sebagai pengganti UUDS 1950. Dengan kegagalan konstituante tersebut, maka pada tanggal 5 Juli 1950 Presiden RI mengeluarkan sebuah Dekrit yang pada pokoknya berisi pernyatan : a. Pembubaran Konstuante. b. Berlakunya kembali UUD 1945. c. Tidak berlakunya lagi UUDS 1950. d. Akan dibentuknya dalam waktu singkat MPRS dan DPAS.
- 25. Dengan berlakunya kembali UUD 1945, secara yuridis, Pancasila tetap menjadi dasar falsafah negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV dengan perumusan dan tata urutan seperti berikut : Ketuhanan Yang Maha Esa. Kemanusiaan yang adil dan beradab. Persatuan Indonesia. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan instruksi Presiden Republik Indonesia No. 12 Tahun 1968, tertanggal 13 April 1968, perihal : Penegasan tata urutan/rumusan Pancasila yang resmi, yang harus digunakan baik dalam penulisan, pembacaan maupun pengucapan sehari-hari. Instruksi ini ditujukan kepada : Semua Menteri Negara dan Pimpinan Lembaga / Badan Pemerintah lainnya. Tujuan dari pada Instruksi ini adalah sebagai penegasan dari suatu keadaan yang telah berlaku menurut hukum, oleh karena sesuai dengan asas hukum positif (Ius Contitutum) UUD 1945 adalah konstitusi Indonesia yang berlaku sekarang. Dengan demikian secara yuridis formal perumusan Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 itulah yang harus digunakan, walaupun sebenarnya tidak ada Instruksi Presiden RI No. 12/1968 tersebut. Prof. A.G. Pringgodigdo, SH dalam bukunya “Sekitar Pancasila” peri-hal perumusan Pancasila dalam berbagai dokumentasi sejarah mengatakan bahwa uraian-uraian mengenai dasar-dasar negara yang menarik perhatian ialah yang diucapkan oleh : 1. Mr. Moh. Yamin pada tanggal 29 Mei 1945. 2. Prof. Mr. Dr. Soepomo pada tanggal 31 Mei 1945. 3. Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945. Walaupun ketiganya mengusulkan 5 hal pokok untuk sebagai dasar-dasar negara merdeka, tetapi baru Ir. Soekarno yang mengusulkan agar 5 dasar negara itu dinamakan Pancasila dan bukan Panca Darma. Jelaslah bahwa perumusan 5 dasar pokok itu oleh ketiga tokoh tersebut dalam redaksi kata-katanya berbeda tetapi inti pokok-pokoknya adalah sama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Prikemanusiaan atau internasionalisme, Kebangsaan Indonesia atau persatuan Indonesia, Kerakyatan atau Demokrasi dan Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ir. Soekarno dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945 menegaskan : Maksud Pancasila adalah philosophschegrondslag itulah fundament falsafah, pikiran yang sedalam- dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung “Indonesia Merdeka Yang Kekal dan Abadi”. Prof. Mr. Drs. Notonagoro dalam pidato Dies Natalis Universitas Airlangga Surabaya pada tanggal 10 November 1955 menegaskan : “Susunan Pancasila itu adalah suatu kebulatan yang bersifat hierrarchies dan piramidal yang mengakibatkan adanya hubungan organis di antara 5 sila negara kita”.
- 26. Prof. Mr. Muhammad Yamin dalam bukunya “Proklamasi dan Konstitusi” (1951) berpendapat : “Pancasila itu sebagai benda rohani yang tetap dan tidak berubah sejak Piagam Jakarta sampai pada hari ini”. Kemudian pernyataan dan pendapat Prof. Mr. Drs. Notonagoro dan Prof. Mr. Muhamamd Yamin tersebut diterima dan dikukuhkan oleh MPRS dalam Ketetapan No. XX/MPRS/1960 jo Ketetapan No. V/MPR/1973.
- 27. BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Setelah memperhatikan isi dalam pembahasan di atas, maka dapat penulis tarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Filsafat Pancasila adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma- norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia. 2. Fungsi utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia yaitu: a) Filasafat Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia b) Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia c) Pancasila sebagai jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia 3. Falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia, hal tersebut dapat dibuktikan dengan ditemukannya dalam beberapa dokumen historis dan di dalam perundang-undangan negara Indonesia seperti di bawah ini : a. Dalam Pidato Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945. b. Dalam Naskah Politik yang bersejarah, tanggal 22 Juni 1945 alinea IV yang kemudian dijadikan naskah rancangan Pembukaan UUD 1945 (terkenal dengan sebutan Piagam Jakarta). c. Dalam naskah Pembukaan UUD Proklamasi 1945, alinea IV. d. Dalam Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) tanggal 27 Desember 1945, alinea IV. e. Dalam Mukadimah UUD Sementara Republik Indonesia (UUDS RI) tanggal 17 Agustus 1950. f. Dalam Pembukaan UUD 1945, alinea IV setelah Dekrit Presiden RI tanggal 5 Juli 1959. 4.2 Saran Warganegara Indonesia merupakan sekumpulan orang yang hidup dan tinggal di negara Indonesia Oleh karena itu sebaiknya warga negara Indonesia harus lebih meyakini atau mempercayai, menghormati, menghargai menjaga, memahami dan melaksanakan segala hal yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya dalam pemahaman bahwa falsafah Pancasila adalah sebagai dasar falsafah negara Indonesia. Sehingga kekacauan yang sekarang terjadi ini dapat diatasi dan lebih memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia ini
- 28. DAFTAR PUSTAKA Koentjaraningrat. 1980. Manusia dan Kebudayaan Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia. http:// www.google.co.id Nopirin. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila, Cet. 9. Jakarta: Pancoran Tujuh. http://www.asmakmalaikat.com/go/artikel/filsafat/index.htm Notonagoro. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila, Cet. 9. Jakarta: Pantjoran Tujuh. Salam, H. Burhanuddin, 1998. Filsafat Pancasilaisme. Jakarta: Rineka Cipta http://www.goodgovernance-bappenas.go.id/artikel_148.htm
Langganan:
Postingan (Atom)